Lebsi News - Polemik konflik patok wilayah di perkebunan Bolingongot, Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara (Sulut), belum usai. Media sosial (medsos) Twitter diramaikan dengan #SulutMenangis.
Tagar ini muncul karena konflik lahan yang mengakibatkan penembakan Armanto Damopolii tewas belum diusut tuntas. Masyarakat adat di Bolmong meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) turun tangan.
"Kenapa kemudian (ramai) #SulutMenangis, karena kemudian kami prihatin persoalan tanah adat di Toruakat," kata Ketua Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow Tengah, Can Mulyadi Mokodompit, ketika dimintai konfirmasi, Sabtu (30/10/2021).
"Itu hanya salah satu dari sekian banyak persoalan yang akan muncul di kemudian hari, dan hari ini tidak dapat perhatian dari aparat penegak hukum apalagi pemerintah daerah. Pemerintah tidak pernah melihat persoalan adat ini menjadi persoalan yang serius," tambahnya.
Aliansi Masyarakat Adat Bolaang Mongondow Tengah mendesak agar persoalan masyarakat adat menjadi perhatian serius. Menurut dia, Jokowi harus ikut turun mengusut masalah tersebut.
"Sehingga kami meminta Presiden Jokowi serta Panglima TNI dan Kapolri. Terutama Kompolnas harus turun untuk menyelesaikan. Komnas HAM juga harus turun memantau persoalan di lapangan," ujarnya.
Menurut Mulyadi, masyarakat adat di Sulut sementara menghadapi masalah besar. Menurutnya, polemik di Toruakat hanya satu masalah dari banyak kasus lain yang belum terungkap.
"Intinya begini, kami melihat bahwa persoalan tanah adat Toruakat yang sampai menyebabkan sudah terbunuhnya anak adat tidak selesai hanya dipermainkan seperti ini. Ini menjadi pertanda lonceng kematian komunitas adat yang ada di Bolmong. Karena sekian banyak perusahaan-perusahaan di Bolmong yang tidak memperhatikan masyarakat," jelasnya.
Mulyadi menuding bahwa masyarakat adat telah dilecehkan oleh pihak perusahaan. Karena perusahaan beroperasi tanpa persetujuan dari masyarakat adat.
"Mereka (perusahaan, red) datang dengan arogan membawa izin dari pusat. Sementara mereka tidak memperhatikan bahwa itu sudah kebun milik masyarakat, hutan milik masyarakat, kemudian hanya bermodalkan selembar dari kementerian mereka datang habis itu ndak (tak) memperhatikan kesejahteraan masyarakat ini," kata dia.
Mulyadi tidak memperdebatkan masalah izin pertambangan di sana. Menurutnya sebelum tambang beroperasi, harus disetujui oleh masyarakat adat. Faktanya di Bolmong perusahaan beroperasi tanpa persetujuan masyarakat adat.
"Tanah adat hanya boleh masuk kalau memang komunitas menyetujui. Itu perkebunan sudah ada sebelum Indonesia merdeka, tiba-tiba ada satu korporat masuk dengan mengatasnamakan izin kementerian, wah itu tidak boleh. Bukan persoalan sudah ada izin atau tidak, tapi persoalan mereka masuk tanpa persetujuan masyarakat adat," tegas dia.
Tak hanya itu, dia memastikan bahwa perjuangan masyarakat adat akan dikawal. Menurut dia, agar suatu saat masyarakat bisa memiliki kembali lahan-lahan tersebut.
"Kami akan advokasi terus-menerus. Kewajiban kami untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat, terutama soal korban. Tentu kami ingin masyarakat menduduki kembali tanah itu seperti semula sebelum perusahaan datang," bebernya.
Mulyadi mendesak agar pihak penegak hukum harus bertindak profesional. Sebab dalam kasus tersebut dia menduga ada oknum penegak hukum yang bekerja sama dengan pihak perusahaan.
"Proses ini penuh dengan rekayasa. Harus ada transparansi. Kompolnas harus turun. Karena dipastikan ada oknum-oknum yang berpengaruh terlibat. Kalau tidak pengaruh pasti tidak berdampak. Sangat terkesan aromanya ada banyak fakta yang disembunyikan," ungkapnya.
Duduk Perkara Konflik Lahan Berdarah
Untuk diketahui, konflik batas wilayah itu terjadi pada Senin (27/9) siang, sesaat seusai pemasangan patok di lokasi tersebut. Terdapat lima korban dalam konflik tersebut, empat mengalami luka-luka dan satu korban meninggal dunia.
Adapun korban luka-luka terdiri atas tiga penjaga lokasi perusahaan dan satu warga Desa Toruakat. Sedangkan satu korban yang meninggal dunia merupakan warga Desa Toruakat.
Konflik diduga melibatkan penjaga lokasi perusahaan dengan masyarakat Desa Toruakat, Kabupaten Bolmong.
Sebelumnya, Polda Sulut menangkap dua terduga pelaku penembakan Armanto Damopolii saat konflik pemasangan patok wilayah di perkebunan Bolingongot, Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulut. Pelaku utama dari insiden tersebut ditangkap polisi di Kota Sorong, Papua Barat.
"Melakukan penangkapan terhadap terduga pelaku AP alias Nando pada hari Sabtu (16/10) sekitar pukul 00.30 Wita di Pelabuhan Rakyat Sorong Provinsi Papua Barat. Terduga pelaku SS (44) ditangkap pada hari Jumat, 1 Oktober 2021, di Desa Tambun, Kecamatan Dumoga Timur, Kabupaten Bolmong," kata Dirkrimum Polda Sulut, Kombes Gani Siahaan, kepada wartawan di Polda Sulut, Senin (18/10)[detik]