JANGGAL! Putri Candrawathi Mengaku Korban Pelecehan Seksual, Pakar Psikologi Forensik Beber Teori Pengakuan Palsu -->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

JANGGAL! Putri Candrawathi Mengaku Korban Pelecehan Seksual, Pakar Psikologi Forensik Beber Teori Pengakuan Palsu

Wednesday, August 31, 2022 | August 31, 2022 WIB | 0 Views Last Updated 2022-08-31T13:00:37Z

JANGGAL! Putri Candrawathi Mengaku Korban Pelecehan Seksual, Pakar Psikologi Forensik Beber Teori 'Pengakuan Palsu'

LEBSI NEWS - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri menganalisis penyataan Putri Candrawathi (PC) yang kukuh mengaku korban pelecehan seksual di kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.


Reza sedari awal sangat menyangsikan istri Ferdy Sambo itu korban pelecehan seksual, seperti narasi yang dibangun sejak kasus penembakan Yosua terungkap ke publik.


Belakangan polisi juga telah menyetop laporan dugaan pelecehan seksual di Duren Tiga yang dibuat oleh Putri dengan terlapor Brigadir J.


Namun, sampai sekarang Putri kukuh dirinya korban kekerasan seksual dengan Brigadir J yang telah meninggal dunia sebagai tertuduh.


Lokasi kejadiannya pun berubah dari Duren Tiga ke rumah Irjen Ferdy Sambo di Magelang.


Nah, Reza dalam analisisnya menilai pengakuan Putri tersebut berkaitan dengan teori coerced false confession.


"Coerced false confession (pengakuan palsu yang dipaksakan)," kata Reza Indragiri saat berbincang, Selasa (30/8).


Menurut penyandang gelar MCrim (Forpsych-master psikologi forensik) dari Universitas of Melbourne Australia itu, di dalam psikologi forensik ada tiga jenis false confession atau pengakuan palsu.


"Pertama, false confession yang diberikan secara sukarela (voluntary). Kalau tipe ini yang berlangsung pada diri PC, maka kita bisa bayangkan dia memang punya kepentingan untuk dirinya sendiri tanpa ada paksaan," tutur Reza.


Pada konteks itu, seseorang memilih merangkai cerita sedemikian rupa entah asli atau tidak, guna mencapai manfaat hukum tertentu.


"Entah untuk menyelamatkan dirinya, menyelamatkan suaminya, atau manfaat hukum lainnya," ujarnya.


Tipe kedua ialah coerced (dipaksa). Untuk jenis ini, false confession diberikan karena ada tekanan baik dengan iming-iming harta, cinta, jabatan, kebahagiaan dan seterusnya.


Selain itu, iming-imingnya bisa intimidatif, bahwa ketika seseorang tidak menyusun skenario seperti yang diinginkan pihak yang mengintimidasi, maka orang tersebut akan menjadi sasaran pembunuhan, misalnya.


"Kalau mengacu tipe kedua, perlu dicari tahu siapa pihak yang memberikan tekanan kepada PC sehingga merangkai cerita palsu tersebut," lanjut Reza.


Tipe ketiga, internalized false confession. Situasi ini paling pelik, yakni ketika seorang terperiksa tidak bisa lagi membedakan mana informasi palsu dan  asli, mana yang rekaan dan sungguh terjadi.


Hal itu menurutnya terjadi pada seseorang karena informasi yang penuh sesak masuk ke dalam kepalanya, dia mengalami kelelahan sedemikian rupa sehingga kontrolnya terhadap filter kognitif sudah lepas.


"Dia tidak bisa lagi membedakan mana pengalaman objektif yang sungguh terjadi atau pengalaman yang ditanamkan, atau tertanamkan ke dalam kepalanya," tutur sarjana psikologi dari UGM Yogyakarta itu.


Diketahui, tersangka pembunuhan berencana terhadap Brigadir J, Putri Candrawathi hari ini diperiksa Bareskrim Polri untuk dilakukan konfrontasi keterangannya dengan tersangka lain. [Democrazy]

Iklan

×
Berita Terbaru Update
close