Sebagaimana diketahui, Pemerintah berencana menaikkan harga bbm subsidi Pertalite, salah satunya karena besaran subsidi yang terus membengkak.
Harga Pertalite secara keekonomian disebut sudah sangat tinggi, bahkan mencapai angka Rp17 ribu per liter.
Sedangkan harga jual Pertalite RON 90 saat ini masih Rp7.650 per liter, karena diberikan subsidi oleh Pemerintah untuk menutup kerugian badan usaha karena menjual BBM terlalu murah.
Alvin Lie yang juga merupakan Anggota DPR periode 1999-2004 dan 2004-2009 mengatakan, pada saat harga minyak dunia drop, bahkan mencapai USD30 per barel, Pemerintah tidak menurunkan harga bbm subsidi.
Hal itu berbeda ketika harga minyak dunia mengalami kenaikan, maka Pemerintah lantas ancang-ancang untuk menaikkan harga bbm subsidi.
Hal itu dianggap tidak adil dan akan membebani masyarakat, di tengah momentum pertumbuhan ekonomi saat ini.
"Ketika harga minyak dunia nyungsep ke level dibawah US$30/barel, pemerimtah sama skali tidak turunkan harga bbm. Bukannya subsidi malah laba. Giliran harga minyak dunia naik, bergegas naikkan harga," ujar Alvin Lie, dikutip dari akun twitter pribadinya @alvinlie21, Minggu 28 Agustus 2022.
Cuitan Alvin Lie itu merujuk pada salah satu pemberitaan pada media, 10 Maret 2020 lalu, saat harga minyak dunia anjlok hingga USD30 per barel, imbas Arab Saudi membanjiri minyak ke pasar demi merebut pangsa pasar minyak dunia.
Sebelumnya, Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Hermanto juga menolak rencana kenaikan harga bbm subsidi.
Hermanto bahkan mengingatkan Pemerintah, bahwa kenaikan harga bbm akan berdampak pada petani dan masyarakat berpenghasilan tetap.
Kenaikan BBM, tegas Hermanto, akan berdampak pada semakin bertambahnya jumlah orang miskin.
“Kenaikan harga bbm semakin dirasakan oleh petani dan warga yang berpenghasilan tetap karena menurunnya daya beli,” ujar Hermanto, Minggu 28 Agustus 2022.
Menteri Keuangan Sri Mulyani belum lama ini mengungkapkan, Pemerintah memiliki tiga pertimbangan terkait menghadapi gejolak harga minyak dunia dan tingginya beban subsidi BBM.
“Tiga pertimbangan tersebut adalah menaikkan anggaran kompensasi dan subsidi energi sehingga semakin membebani APBN; mengendalikan volume pertalite dan solar; menaikkan harga pertalite dan solar,” sebutnya.
Hermanto menyatakan dengan tegas menolak opsi kenaikan harga bbm.
“Saya menolak kenaikan harga bbm untuk saat ini. Kenaikan harga bbm saat ini akan berdampak pada bertambahnya orang miskin dan memburuknya situasi ekonomi akibat inflasi yang tidak terkendali,” paparnya.
Menurutnya, Pemerintah harus memperhitungkan dampak transmisi kenaikan harga bbm yang semakin meluas terhadap harga sejumlah barang kebutuhan pokok dan kebutuhan sekunder.
“Dampak langsung kenaikan BBM adalah kenaikan biaya transportasi, biaya angkut, biaya proses produksi, biaya komponen bahan baku, biaya tenaga kerja, biaya overhead dan biaya lain-lain. Semua kenaikan itu berimplikasi pada kenaikan harga umum atau inflasi,” tutur Hermanto.
Lebih jauh Hermanto menegaskan, momentum kenaikan harga bbm saat ini tidak tepat karena sejumlah barang kebutuhan pokok, pajak dan bunga pinjaman belakangan ini sudah mengalami kenaikan lebih awal.
“Bertemunya dua keadaan ekonomi yang tidak saling menguntungkan yaitu kenaikan harga umum dan melemahnya daya beli masyarakat, bisa memicu krisis multidimensi yang tak terkendali,” pungkas Hermanto.
Sumber: Fajar.co.id