Dari pengamatannya dia, asas kebermanfaatan dalam hukum harus dilihat lebih dulu dalam kasus ini.
"Dunia hukum tidak mendapat manfaat jika Ferdy Sambo (FS) diam saja. Penataan lembaga keadilan jika tidak dibuka, tetap begitu-begitu saja," kata Gayus Lumbuun pada diskusi bertajuk "Bisakah Ferdy Sambo Bebas?" di Jakarta, Selasa (30/8).
Selama ini, banyak kasus di Indonesia yang menerapkan Social Justice sebagai penerapannya.
Konsep ini membuat masyarakat turut terlibat sebagai Social Justice Warrior (SJW).
Pada kasus kematian Brigadir J, desakan publik cukup tinggi untuk meminta pelaksanaan keadilan yang sebenarnya.
Berdasarkan asas kebermanfaatan, dalam sudut pandang Gayus menyebutkan bahwa FS bisa bebas, dengan syarat yang dipenuhi.
Dia melihat bahwa FS bisa memilih untuk membuka semua yang terjadi, termasuk soal beredarnya isu judi online maupun kaisar dan mafia di kepolisian.
"Kalau dia (FS) mau menyampaikan sejelas-jelasnya, membuka. Bisakah FS Bebas? Sangat mungkin dan bisa," ungkapnya.
Menurut Gayus, pengakuan FS sangatlah penting untuk membuat lembaga bereformasi.
"Jika FS dihukum mati, dikhawatirkan akan muncul FS-FS baru dan tidak menuntaskan akar permasalahan," bebernya.
Lebih jauh, Gayus menyatakan bahwa pemikiran ini muncul berdasarkan analisisnya terhadap konsep social justice dan legal justice.
Menurut dia, jika hanya mengacu pada Pasal 340 KUHP, maka asas kebermanfaatan hukum tidak menjadi pertimbangan.
"Hanya asas kepastian hukum yang diberlakukan. Ini membuat hukum tidak seimbang dan tidak membawa keadilan," pungkasnya.
Diketahui, Bareskrim Polri terlah menetapkan lima tersangka kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Mereka adalah, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bharada E, Bripka RR, dan Kuat Maruf.
Sumber: GenPI.co