LEBSI NEWS - Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri memberikan sambutan dalam acara 'Napak Tilas Ratu Kalinyamat Pahlawan Maritim Nusantara' yang digelar TNI AL bersama Yayasan Dharma Bakti Lestari dan Forum Diskusi Denpasar 12.
Dalam sambutannya, Megawati mengungkapkan pertama kali mendengar nama Ratu Kalinyamat saat masih menjadi anggota DPR.
"Saya dari dulu waktu jadi anggota DPR, kan, saya [dapil] Jateng, to. Jadi putar puter dengar cerita Ratu Kalinyamat. Saya menggerutu. Orang Indonesia ki ngopo, kok, pemimpin-pemimpin perempuan di iya, jadi saya mikir iki ngopo to namanya ratu. Ya, enggak mungkinlah," kata Megawati dalam sambutannya yang disiarkan secara virtual, Kamis (11/8).
Setelah mendengar nama Ratu Kalinyamat, Megawati mengaku mencari apakah ada nama perempuan lain di Indonesia yang juga memakai nama ratu, dan rupanya cukup banyak menemukan yang memiliki nama itu.
"Terus kenapa, ya, saya bertanya sendiri. Ya, untung saya punya orang tua progresif, enggak membedakan laki-laki dan perempuan. Saya bisa main sepak bola, bertanding dengan kalau dia bisa main bola saya mikir kenapa aku enggak boleh? Aku main bola. Kalau kakak saya naik pohon, ya, naik pohon," ungkapnya.
Namun, Megawati mengaku sempat merasakan diskriminasi karena kakak laki-lakinya memperbolehkannya naik pohon, tapi harus pohon yang kecil karena dia perempuan.
"Saya mikir opo, jadi waktu kakak saya enggak ada, saya bisa naik pohon besar. Mestinya begitu," tuturnya.
Bahkan, lanjut Megawati, sempat berbincang dengan almarhum Buya Syafii Maarif dan memintanya untuk memberitahu kepada masyarakat agar tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan.
Sebab di dalam Al-Quran, Allah menciptakan perempuan dari tulang rusuk Nabi Adam.
"Bukannya Nabi Adam bikin Hawa didatangkan dari rusuknya? Lah, kok, sampai di dunia ini kaum perempuan dibeda-bedakan, saya enggak setuju. Boleh enggak saya enggak setuju? Lah, ya, tentu, dong. Kenapa dibedakan?" ujarnya.
Menurutnya, Indonesia tidak pernah membedakan rakyatnya berdasarkan laki-laki dan perempuan.
Sebab dalam UUD 1945, setiap warga negara memiliki hak yang sama di mata hukum.
"Kenapa ibu-ibu, maaf beribu maaf kalau enggak setuju, padahal saya membela kalian, kaum perempuan, saya buat UU KDRT, bukan menyombongkan ini sebuah keperluan RI ini. Kebayang enggak kalau maaf Afghanistan sekarang sudah akan pailit, minta bantuan dari PBB melalui humanitarian, apa artinya anak perempuan enggak boleh sekolah dan sebagainya?" tuturnya.
"Tolong mereka. Kaum perempuan yang hidup di NKRI harus sadar, sadar, sadar sepenuh-penuhnya hak kita adalah sama dengan laki-laki. Coba heran saya. Polisi perempuan saya, kan, nanya kamu dibanting juga enggak? Lah iyalah, siap. Jadi seseorang tidak bisa dikalahkan," pungkasnya. [Democrazy]