LEBSI NEWS - Proses penegakan hukum Gubernur Papua Lukas Enembe oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidaklah mudah. Sejak dimulai pada penanganan situasi dan kondisi di Papua, KPK dituntut profesional dan memperhatikan hak asasi manusia (HAM).
Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan, proses penegakan hukum terhadap Lukas Enembe sangat bermakna. Pasalnya, peristiwa penangkapan itu merupakan wujud nyata hadirnya KPK di titik terjauh Indonesia sekaligus peringatan bagi seluruh pelaku korupsi dan bukti kehadiran negara untuk keadilan masyarakat Indonesia di Papua.
“Peristiwa ini mengirimkan pesan dan kabar kepada seluruh birokrasi negara untuk jangan bermain-main dengan hukum dan dengan tindakan atau kelakuan koruptif,” kata Firli kepada wartawan di Jakarta, Sabtu (14/1).
Proses hukum tersebut juga berangkat dari keluhan masyarakat Papua terhadap kucuran anggaran dana otonomi khusus (otsus) yang begitu besar namun efeknya sangat kecil bagi rakyat Papua secara umum.
“Itulah yang terjadi ketika 'elite-elite' daerah menggunakan dana transfer pusat untuk berpesta pora. KPK telah menghentikan pesta-pora ini dilakukan oleh siapa pun dan kapan pun,” tegas Firli.
Namun sayangnya, meski telah banyak data statistik menunjukkan penyalahgunaan dana otsus Papua, praktik itu terus terjadi, yang dimungkinkan karena jarak dan situasi Papua yang jauh dari pusat pemerintahan, pemberitaan dan pengawasaan.
Ditambah, elite-elite daerah Papua juga memainkan isu dan opini politik untuk membenarkan tindakan-tindakan pencurian uang negara, agar seolah-olah perampokan dan korupsi yang mereka lakukan itu adalah untuk rakyat dan atas nama rakyat.
“Faktanya, tidak ada pembangunan apalagi keadilan sosial yang tercipta dalam koalisi korupsi tersebut, kecuali kemiskinan dan kesengsaraan; kitapun menjadi ingat kata-kata pope francis; korupsi dibayar oleh kemiskinan (corruption is paid by the poor),” beber Firli.
Pada perjalananya, KPK tetap berhati-hati. Karena menjaga masyarakat Papua artinya harus memberantas korupsi dan sekaligus memastikan keamanan Papua dan papua harus tetap dalam damai.
Lembaga antirasuah tak ingin terjebak dengan klaim dan isu yang sengaja dihembuskan potensi konflik akan besar jika melakukan penegakan hukum terhadap Lukas Enembe. Dengan memedomani hukum serta memegang prinsip HAM yang menjadi komitmen kerja profesional KPK, maka siapa pun yang melanggar hukum dan melakukan korupsi akan dikejar oleh KPK di mana pun dan kapan pun.
Di sisi lain, Firli menyampaikan terima kasih kepada masyarakat Papua yang telah memberikan dukungan yang luas kepada langkah-langkah KPK selama ini tidak saja soal penangkapan tersangka Lukas, tetapi juga kepada pejabat-pejabat lain di Papua yang bermasalah di mata hukum.
Firli memahami bahwa dukungan itu lantaran menganggap kehadiran KPK adalah untuk mengamankan uang dan kekayaan negara yang seharusnya digunakan untuk kemajuan rakyat Papua, untuk memajukan kesejahteraan rakyat papua dan untuk mencerdaskan kehidupan rakyat papua serta saudara saudara sebangsa dan setanah air indonesia.
“Seluruh masyarakat Papua telah lama sadar dan sangat membutuhkan keberpihakan hukum Indonesia, untuk memberantas elite-elite dan pejabat yang berpesta pora, menggunakan uang otsus/anggaran Papua,” ujar Firli.
KPK, sambung Firli, juga berterimakasih, serta mengapresiasi atas koordinasi dan sinergi yang baik dari seluruh aparatur negara yang terlibat mulai dari kepolisian, Badan Intelijen Negara (BIN), beserta tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, tokoh adat dan segenap komponen bangsa lainnya.
“Tanpa mereka, mustahil KPK bisa sempurna dalam tugas dengan tingkat kesulitan yang luar biasa ini, sebagai upaya penegakan hukum. Ini juga adalah kabar baik bagi kita bahwa selama kita bersatu, kita bisa melakukan penegakan hukum sebesar apapun tantangan yang ada di depan mata kita,” tekan Firli.
Dalam kesempatan ini, Firli sekali lagi mengingatkan kepada siapa pun, di mana pun, bahwa apabila tindakan korupsi terus dilakukan, maka KPK akan temukan alat buktinya dan segera dilakukan penindakan yang berdasar kekuatan hukum dan peraturan perundang-undangan.
“Tidak ada tempat yang aman bagi koruptor, kecuali ditempat penebusan dosa, yaitu Rutan,” demikian Firli.
Sumber: rmol