Polisi Hong Kong kembali mengizinkan aksi unjuk rasa resmi setelah sempat dibatasi sejak diberlakukannya UU keamanan nasional yang ketat pada tahun 2020 lalu.
Dalam pembatasan yang ketat dan pemantauan polisi, sekitar 50 demonstran melayangkan aksi protes terhadap proyek reklamasi tanah dan pengolahan sampah di Hong Kong pada Minggu (26/3).
Demonstran menggunakan lanyard bernomor agar mereka tetap terpantau polisi. Mereka meneriakkan slogan-slogan terhadap proyek reklamasi di distrik timur Tseung Kwan O, di mana proyek tersebut dijadwalkan akan dibangun.
Dalam aksi unjuk rasa tersebut, beberapa demonstran juga melayangkan kritikannya terhadap pembatasan protes di wilayahnya, termasuk dengan membatasi peserta dengan hanya 100 orang saja, dan menggunakan lanyard bernomor.
"Kita perlu memiliki budaya protes yang lebih bersemangat. Tapi ini semua sudah diatur sedemikian rupa (dengan menomori demonstran). Itu hanya akan menghancurkan budaya yang akan membuat orang tidak datang untuk demo," kata James Ockenden berusia 49 tahun, yang berbaris bersama ketiga anaknya.
Seperti dimuat Reuters, tidak hanya menomori peserta demonstrasi dan membatasi partisipan, kepolisian juga telah melarang mereka menggunakan masker, agar dapat terus memantau wajah mereka.
Sejak UU keamanan nasional yang dipaksakan oleh China diberlakukan pada Juni 2020 lalu, yang digunakan untuk menekan protes pro-demokrasi yang berlarut-larut pada 2019 di negaranya, kini pihak berwenang dikabarkan telah menjepit kebebasan demokrasi, dengan menangkap sejumlah politisi dan aktivis oposisi yang diduga menjadi provokator aksi unjuk rasa.
Sumber: rmol
Foto: Para demonstran terlihat menggunakan lanyard bernomor saat melakukan aksi unjuk rasa di Hong Kong, pada Minggu, 26 Maret 2023/Net