Setelah membuat surat terbuka untuk pemakzulan Presiden Jokowi, kembali Denny Indrayana memposting surat terbukanya.
Kali ini Denny lebih menfokuskan pada kesamaan antara Watergate yang menyeret Presiden Amrika Richard Nixon dengan kasus skandal Moeldoko atau yang disebutnya Moeldokogate.
Menurut Denny Indrayana, Moeldokogate maupun Watergate mempunyai karakteristik yang relatif sama, bahkan Moeldokogate punya dampak yang jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan Watergate.
“Berikut saya jelaskan satu saja contoh kasus skandal Moeldoko (Moeldokogate) dan membandingkannya dengan skandal Watergate dalam sejarah Amerika Serikat, yang berujung dengan mundurnya Presiden Richard Nixon, karena menghindari pemecatan (impeachment),” tulis Denny dalam surat terbukanya.
Denny menuliskan jika impeachment di Indonesia dan Amerika sama- sama diatur dengan konstitusi.
Ada 4 delik impeachment dalam konstitusi Amerika Serikat yang diadopsi ke dalam konstitusi kita yaitu
- Treason (pengkhianatan terhadap negara)
- Bribery (Penyuapan)
- Other high crime (Kejahatan tingkat tinggi)
- Misdemeanors (Perbuatan Tercela) .
Sedangkan di Indonesia, selain 4 delik itu ada 2 tambahan lain yakni 'korupsi' dan tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon presiden dan wakil presiden.
Dengan konsep delik impeachment yang hampir sama, harusnya dasar pemakzulan Watergate yang terjadi dalam sejarah tahun 1972-1974 terhadap Presiden Richard Nixon, dapat juga diterapkan kepada Presiden Jokowi.
“Baik Moeldokogate maupun Watergate, mempunyai karakteristik yang relatif sama. Bahkan, Moeldokogate punya dampak yang jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan Watergate,” tulis Denny.
Watergate merupakan upaya penyadapan partai Demokrat melalui pembobolan untuk memasang alat sadap, waktunya pada saat kampanye pilpres .
Maksudnya untuk mengganggu pencalonan presiden dari partai Demokrat. Presiden Nixon terbukti terlibat.
Moeldokogate, ada upaya untuk mengambil alih partai Demokrat, melalui tangan kepala staf presiden, dan juga dilaksanakan menjelang kontestasi pemilihan Presiden 2024. Presiden Jokowi jelas terlibat, paling tidak membiarkan (by ommission) Moeldoko mengganggu daulat partai .
Pada Watergate tuduhan terhadap Richard Nixon adalah menghalangi penyidikan (obstruction of justice), menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power), dan melecehkan Kongres AS.
Pada Moeldokogate, hal yang sama sebenamya bisa dilihat di Indonesia. Ada upaya untuk obstruction of justice , untuk menutupi perkara kawan koalisi dan mengangkat perkara lawan oposisi. Salah satu indikasinya adalah dengan perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK melalui putusan MK.
Watergate di mana penyelidikan parlemen dimulai dari adanya laporan Washington Post melalui investigasi 2 orang wartawannya, dari bocoran informasi yang diberikan oleh sumber anonim yang diberi nama Deep Throat .
Sedangkan Moeldokogate, di Indonesia belum ada proses penyelidikan. Harusnya bisa dilakukan jika DPR mau menggunakan hak angket dan hak menyatakan pendapatnya. Dalam penyelidikan, diperlukan pembocor informasi (whistle blower) pula, untuk membongkar konspirasi yang terjadi.
Dengan melihat perbandingan Watergate dan Moeldokogate di atas, harusnya tidak sulit untuk dimulai proses pemakzulan jika partai politik di DPR mau menggunakan haknya.
Persoalannya adalah koalisi yang terjadi bukan kooperasi (kerjasama), tapi beralih rupa menjadi kolusi saling kunci terhadap kemungkinan munculnya kasus hukum diantara kekuatan politik yang ada.
Akibatnya, pemakzulan yang seharusnya secara teori dapat dilakukan akhirnya secara politik memang tidak mudah dijalankan.
Bukan karena Jokowi tidak melanggar delik pemakzulan, tetapi karena kekuatan koalisi di DPR tidak melaksanakan fungsi kontrolnya terhadap pelanggaran impeachment yang nyata - nyata dilakukan Presiden Jokowi.
Sumber: disway
Foto: Menurut Denny Indrayana, Moeldokogate maupun Watergate mempunyai karakteristik yang relatif sama, bahkan Moeldokogate punya dampak yang jauh lebih buruk jika dibandingkan dengan Watergate. -tangkapn instagram @dennyindrayana99-