Menghidupkan Keteladanan -->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Menghidupkan Keteladanan

Sunday, March 3, 2024 | March 03, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-03-04T14:08:59Z

Oleh: Yudi Latif

OPINI-Saudaraku, seorang munsyi bertanya pada orang biasa, ”Bagaimana pidato pemimpin kita hari ini?” Orang itu pun menjawab enggan, ”Seperti biasa, Pak. Pemimpin kita bicara kebohongan!” Suatu spontanitas kesimpulan yg merisaukan. Di Republik ini, ucapan pemimpin dianggap laksana lautan pasir kebohongan sbg abnormalitas yg dinormalkan,  bahkan menjadi pilar negara. 

Bahasa politik menjadi siasat pencitraan untuk membuat kebohongan terkesan kebenaran, kesembronoan terkesan keberanian, kebodohan terkesan kemisteriusan, pemborosan terkesan kegairahan pembangunan, pengurasan terkesan  kedermawanan, ketakbertanggungjawaban terkesan ketidakintervensian, kelancungan terkesan ketaksengajaan.

Panggung politik mengalami defisit keteladanan dan negarawan, surplus kehinaan dan pengkhianatan. Apabila ada yg paling salah dlm proses pembelajaran politik di negeri ini, hal itu tak lain pahlawan selalu ditempatkan di kesilaman di luar diri; tak pernah dihadirkan di kekinian di dalam diri. Dengan begitu, pahlawan selalu merupakan tanda penantian dan kematian, tak pernah menjanjikan kehadiran dan kehidupan. 

Padahal, makna suatu kematian adalah warisan kebaikan yg hidup hari ini. Makna suatu penantian, adalah kebaikan yg ditanamkan untuk mada depan. Makna kemarin dan hari esok, yang berlalu dan berlaju, sangat ditentukan oleh tindakan kepahlawanan yg hidup saat ini. 

Malangnya, dari Pemilu ke Pemilu pahlawan yang dinanti tak kunjung menjelma. Para kandidat penguasa datang dgn niat mulia, tapi berakhir dgn cela; mulai mengemudi dgn menyalakan lampu sen ke kiri, tapi di persimpangan berbelok ke kanan; berangkat sbg sosok lugu pengabdi, berakhir dgn gurita loba. 

Harapan rakyat yang tak kunjung mendekat melahirkan keluhan panjang ttg sebuah negeri murung yg terus menanti pahlawan juru selamat. Untuk mengobatinya, pesan dialog Andrea dan Galileo dlm drama Bertolt Brecht pantas dipertimbangkan. Andrea berkata, “Negeri murung yang tak punya pahlawan.” Galileo menukas, “Bukan. Negeri murung yang perlu pahlawan.” Pahlawan itu tak perlu dinanti, tetapi perlu dihidupkan dlm diri setiap jiwa dan diaktualisasikan dlm kehidupan publik sekarang dan sini.

Iklan

×
Berita Terbaru Update
close