Innalillahi, Thailand Halalkan Nikah Beda Agama, MUI Pusat: Haram = Zina, No debat! -->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Innalillahi, Thailand Halalkan Nikah Beda Agama, MUI Pusat: Haram = Zina, No debat!

Sunday, June 23, 2024 | June 23, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-06-23T17:06:37Z

Ketua Komisi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof. Dr. H. Deding Ishak, SH, MH, I menegaskan bahwa pernikahan sesama jenis, laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan tertolak di Indonesia yang memiliki Pancasila sebagai dasar negara.

Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi Hukum dan HAM MUI untuk menanggapi berita Thailand yang akan menjadi negara Asia Tenggara pertama yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Karena Parlemen Thailand sepakat meloloskan beleid pernikahan sesama jenis.

“Ini pesan keras terutama kepada negara dan bangsa yang memiliki dasar negara Pancasila, UUD 1945 dan Perundang-undangan yang berlaku khususnya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Maka perkawinan sesama jenis secara filosofis, sosiologis dan yuridis tertolak di Indonesia”, kata Prof. Deding dalam pernyataannya, Kamis (20/6/2024).

Prof. Deding menegaskan, pernikahan sesama jenis adalah sesuatu yang wajib ditolak dan dilawan di Indonesia. Karena pernikahan sesama jenis melanggar ajaran atau tidak sesuai dengan agama dan Undang-undang yang berlaku.

Prof. Deding menyampaikan, pernikahan sesama jenis, laki-laki dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan harus dicegah secara struktural oleh negara dalam hal ini pemerintah. Pernikahan sesama jenis juga harus dicegah oleh masyarakat Indonesia yang beragama bersama-sama.

"Pernikahan sesama jenis harus dicegah secara struktural oleh negara dan dicegah secara kultural oleh masyarakat Indonesia yang agamis”, ujar Prof. Deding.

Sebelumnya, MUI dalam Fatwa Nomor 57 Tahun 2014 tentang Lesbian, Gay, Sodomi, dan Pencabulan menegaskan bahwa orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan serta penyimpangan yang harus diluruskan. Homoseksual, lesbian dan gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (jarimah).

Sodomi hukumnya haram dan merupakan perbuatan keji yang mendatangkan dosa besar (fahisyah). Pelaku sodomi dikenakan hukuman ta’zir yang tingkat hukumannya maksimal hukuman mati. Melegalkan aktivitas seksual sesama jenis dan orientasi seksual menyimpang lainnya adalah haram.

Ini bukan masalah hak asasi manusia, terserah dia mau nikah beda agama, beda negara, atau beda alam sekalipun. Secara individu, memang dia punya kebebasan untuk memilih taat atau bermaksiat, yang penting siap bertanggung jawab di akhirat. Namun, ketika berita pernikahan beda agama ini digulirkan ke tengah publik yang bersangkutan juga harus siap menerima kritik dan pendapat masyarakat.

Sebagai sesama Muslim, bahkan waktu itu di Indonesia tentu sangat menyayangkan keputusan Adinda Ayu Kartika Dewi dengan Gerald Sebastian ini. Di negeri yang penduduknya mayoritas muslim, masih banyak stok laki-laki Beriman dan seAqidah, kenapa pilih yang beda akidah yang secara syariat agama jelas tidak diakui (tidak sah). Entah menurut hukum negeri ini, apa sekarang sudah dilegalkan nikah beda agama ya?

Jadi, kewajiban kita hanya meluruskan. Bahwa Islam melarang perempuan muslim menikah dengan pria beragama lain. Agar kedepannya tidak ada generasi muslim yang melakukan hal yang sama. Agar tidak ada upaya menormalisasi kesalahan ini dengan mengatasnamakan toleransi (baca Tolol-Ransi) kebablasan. Toleransi itu ada batasan, jika tidak dibatasi maka bukan lagi toleransi melainkan liberalisasi, ngawurisasi.

Terakhir, menikah itu harusnya menjadi ibadah terlama. Tetapi, jika menikah beda agama jadinya melakukan dosa terlama, dong, ya. Dan perlu digarisbawahi, opini ini bukan bermaksud menghakimi individunya atau stafsus-nya siapa. Hanya ingin berpendapat menurut pandangan agama saya. Bahkan Nikah Beda Agama itu sama dengan ZINA seumur Hidup, Naudzubillah...

*****

Tadzkiroh/Nasehat Ketika Wanita Muslimah Menikah dengan Lelaki Non Muslim

Fatwa Al Allamah Fadhilatush Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz –rahimahulloh–

Soal :

Apabila ada seorang pria yang beragama Nasrani menikah dengan seorang Muslimah, lalu mereka mempunyai anak. Bagaimana status anak tersebut dalam syari’at Islam?

Jawab :

Pernikahan antara seorang lelaki Nasrani/Kristen dengan seorang Muslimah adalah pernikahan yang batil. Alloh Tabarokta Wa Ta’ala berfirman :

ÙˆَÙ„َا تُÙ†ْÙƒِØ­ُوا الْÙ…ُØ´ْرِÙƒِينَ Ø­َتَّÙ‰ ÙŠُؤْÙ…ِÙ†ُوا

“ Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman ”. (QS. Al-Baqarah: 221).

Maka tidak diperbolehkan lelaki kafir menikah dengan seorang wanita Muslimah. Alloh Tabarokta Wa Ta’ala juga berfirman :

Ù„َا Ù‡ُÙ†َّ Ø­ِÙ„ٌّ Ù„َّÙ‡ُÙ…ْ ÙˆَÙ„َا Ù‡ُÙ…ْ ÙŠَØ­ِÙ„ُّÙˆْÙ†َ Ù„َÙ‡ُÙ†َّ

“Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka ”. (QS. Al-Mumtahanah: 10).

Apabila lelaki tersebut menikahinya, maka pernikahannya tidak sah dan anak-anaknya adalah anak zina. Dan anak hasil zina itu dinasabkan hanya kepada ibunya, dan tidak boleh dinasabkan kepada bapaknya.

Kecuali apabila pasangan suami istri yang berbeda agama tersebut tidak memahami hukum Islam (tentang tidak bolehnya nikah beda agama), maka ini perkara yang berbeda. Pernikahan mereka tidak sah, namun anak-anak hasil pernikahan mereka boleh dinasabkan kepada bapaknya, disebabkan adanya udzur yaitu kebodohan mereka, karena senggama yang mereka lakukan adalah watho’ syubhah (senggama yang dilakukan atas dasar nikah yang syubhat).

Adapun jika pasangan tersebut sebenarnya sudah mengetahui hukum Islam (dalam masalah ini), akan tetapi mereka bermudah-mudahan (untuk menikah) dan tidak mempedulikan hukum Alloh Tabarokta Wa Ta'ala, maka anak-anaknya menjadi anak zina. Dan anak-anaknya dinasabkan hanya kepada ibunya, bukan kepada bapaknya.

Dan si lelaki ini wajib dijatuhi hukuman had (oleh pemerintah) dikarenakan hubungan biologisnya terhadap perempuan Muslimah tanpa hak. Hukum ini wajib ditegakkan apabila terjadi pada negeri yang punya kemampuan dalam menegakkan hukum islam.

Soal :

Bagaimana jika si lelaki tersebut masuk Islam?

Jawab :

Pertama, mereka harus dipisahkan dahulu. Kemudian jika si lelaki tersebut masuk Islam, maka ia harus menikah ulang dari awal. Jika masuk Islam dan Allah beri ia hidayah kepada Islam, maka ia menikah ulang dari awal.

Sumber: website binbaz.or.sa, https://bit.ly/2EEB4w2

Semoga Bermanfaat Info ini, Barokallohu' fiikum.

Ahad, 23 Juni 2024 Info By
UAF/Ustadz Abu Fayadh Muhammad Faisal 

(Divisi Bidang Kelembaban, Organisasi, Kaderisasi dan Keanggotaan ICMI/Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia Orda Kota Bekasi, Sekretaris PERSADA/Persaudaraan Alumni 212 Bekasi Raya Kota dan Kabupaten)

#StopNikahBedaAgama
#HaramNikahBedaAgama
#MUI
#ICMI
______________________________________
Disclaimer: Rubrik Kolom adalah media masyarakat dalam menyampaikan tulisannya. Setiap Opini di kanal ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab Penulis dan oposisicerdas.com terbebas dari segala macam bentuk tuntutan. Jika ada pihak yang berkeberatan atau merasa dirugikan dengan tulisan ini maka sesuai dengan undang-undang pers bahwa pihak tersebut dapat memberikan hak jawabnya kepada penulis Opini. Redaksi oposisicerdas.com akan menayangkan tulisan tersebut secara berimbang sebagai bagian dari hak jawab.

Iklan

×
Berita Terbaru Update
close