Kabar deadline dukungan dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) kepada pasangan Anies Baswedan-Sohibul Iman sejak 25 Juni 2024 yang berakhir pada 4 Agustus 2024 sontak memunculkan polemik.
"Dengan berakhirnya tenggat waktu tesebut, PKS mulai ancang-ancang untuk bergabung dengan Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang sudah mengusung bakal Cagub Ridwan Kamil," kata Presidium Forum Aliansi Kampus Seluruh Indonesia (Aksi) Juju Purwantoro melalui siaran elektroniknya, Senin (12/8).
Namun yang menarik, kata Juju, adalah beredarnya isi rekaman telepon pada Jumat antara Anies dengan Ketua DPW PKS DKI Jakarta Khoirudin.
Pada rekaman suara itu, Anies mengaku sangat siap diusung dan berjuang sebagai Cagub Jakarta bareng PKS. Anies juga tetap menyebutkan calon pendampingnya adalah Sohibul Imam.
"Anies juga menjelaskan dalam telepon itu tidak menyebutkan sama sekali adanya komitmen (deadline) batas pencalonan Anies adalah sampai 4 agustus 2024," kata Juju.
Menurut Juju, konstituen Anies juga berharap komitmen PKB maupun Nasdem juga tidak berubah untuk tetap mendukung Anies, sehingga memenuhi syarat jumlah kursi (24 kursi) untuk mendukung pencalonan Gubernur Jakarta.
Di sisi lain, kata Juju, PDIP membuka peluang untuk juga mengusung Anies. Hal itu sangat dimungkinkan karena ideologi politik PDIP yang berseberangan dengan KIM yaitu Gerindra, Golkar, PAN, dan Demokrat.
"Namun diprogramkan KIM Plus akan melibatkan semua partai kecuali PDIP," kata Juju.
Alasan lain adalah jumlah kursi PDIP sebanyak 15 kursi, juga tidak mecukupi untuk mengusung cagub sendirian.
"Dengan demikian sangat mungkin dan potensi PDIP bergabung dengan salah satu parpol PKS, Nasdem atau PKB," kata Juju.
Juju mengingatkan bahwa elektabilitasnya Anies di Jakarta adalah tertinggi. Kondisi ini jelas tidak mungkin dikejar oleh figur-figur cagub lainnya.
"Tentu lawan-lawannya (KIM) termasuk Presiden Jokowi akan berupaya menyiapkan skenario menjegal Anies agar tidak bisa dicalonkan," kata Juju.
Sumber: rmol
Foto: Joko Widodo dan Anies Baswedan/Ist