Permintaan maaf Presiden Jokowi masih memunculkan beragam spekulasi di berbagai kalangan.
Sejumlah politisi seperti Sekjen PDIP Hasto Kristianto justru mengkritik permintaan maaf Presiden Jokowi tersebut.
Terkait permintaan Presiden Jokowi yang menimbulkan spekulasi, pengamat politik Khoirul Umam memberikan tanggapannya.
Khoirul Umam mengatakan permintaan maaf Jokowi tersebut harus diukur dari sisi niat dan dampaknya.
"Apakah kemudian dari sisi niat konteks dan dampaknya itu memberikan spektrum yang cukup luas kepada masyarakat secara umum," katanya seperti dikutip Kilat.com dari kanal YouTube TvOne News Senin, 5 Agustus 2024.
"Kalo itu di hadapan para kyai, para ulama memang dalam tradisi keislaman yang menunjukkan bahwa permintaan maaf itu bisa mengindikasikan kemuliaan, menghapus segala kesalahan, dosa-dosa juga menunjukkan ekspresi keberanian untuk meminta maaf atas apa yang dilakukan," lanjutnya.
Khoirul mengatakan jika permintaan maaf tersebut dalam konteks fatsun politik, maka tidak memunculkan masalah baru.
Namun, dirinya menyarankan agar Presiden Jokowi mendetailkan konteks permintaan maafnya tersebut.
"Kalo memang ini misalkan diletakkan dalam konteks fatsun politik secara umum bagaimana sebuah kekuasaan akan mengakhiri proses kekuasaannya, ya tentu baik-baik saja," ujarnya.
"Tetapi jauh lebih kontekstual kalo misalkan kemudian permintaan maaf didetailkan, ini konteksnya apa? Karena kalo misalnya tidak, itu bisa jadi permintaan maaf itu menjadi basa-basi, ada gak? Ada," sambungnya.
Dirinya lantas mencontohkan kondisi perpolitikan di AS saat Bill Clinton masih menjabat sebagai Presiden Negeri Paman Sam itu.
Di mana Bill Clinton saat itu tengah dihadapkan skandal asusila Lewinsky.
Khoirul menjelaskan, dalam konteks skandal Bill Clinton, permintaan maaf sang Presiden tidak menimbulkan dampak positif apapun di masyarakat.
"Kalo misalnya kita lacak sekali lagi apa yang terjadi di politik Amerika Serikat misalnya dulu Clinton misalnya menyatakan minta maaf secara tulus atas kasusnya atau Richard Nixon terkait watergate meminta maaf, tetapi niat dan dampaknya yang sudah terjadi itu tidak bisa ter-cover," ucapnya.
Untuk itu, Khoirul menyebut publik masih menanti permohonan maaf terakhir Jokowi pada 16 Agustus 2024 jika permintaan maaf sang Presiden di acara dzikir nasional tersebut dalam konteks keagamaan.
Pasalnya saat pada 16 Agustus 2024 menjadi kesempatan terakhir Jokowi untuk menyampaikan permohonan maafnya.
"Kalo misalnya ini forum keagamaan, maka 16 Agustus sekaligus 17 Agustus pada momentum tertinggi dalam konteks kemerdekaan Negara Republik Indonesia, maka itu menjadi kesempatan terakhir," katanya.
"Apakah Pak Presiden Jokowi akan juga menyampaikan permintaan maaf yang bukan dalam konteks religiusitas tetapi dalam konteks politik dan juga Pemerintahan atas pilihan-pilihan kebijakan publik dan juga bagaimana meng-exercise kekuasaan yang dia pegang selama ini, kita tunggu aja," tuturnya.(*)
Sumber: kilat
Foto: Kolase Presiden Joko Widodo dan Khoirul Umam (Kolase YouTube Kompas TV dan presidenri.go)