Dalam sistem demokrasi, memilih adalah hak dasar setiap warga negara. Namun, ada kalanya pemilih merasa tidak puas dengan pilihan yang tersedia dalam kontestasi.
Pakar Kepemiluan, Titi Anggraini, menekankan pentingnya kebebasan pemilih dalam menentukan sikap, termasuk untuk memilih atau tidak memilih.
"Memilih atau tidak adalah kehendak bebas pemilih," kata Titi seperti dikutip dari RMOL yang berasal dari akun X miliknya, Minggu (15/9).
Titi menjelaskan, di beberapa negara, bentuk protes dari pemilih ini telah diformalkan melalui opsi "None of The Above" (NOTA), yang memberikan peluang kepada pemilih untuk menyatakan ketidakpuasan mereka secara sah.
Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), itu melanjutkan, di negara-negara lain, konsep serupa dikenal sebagai "blank vote" atau kotak kosong di surat suara.
"Karena memilih tidak bisa dipaksa, apalagi bagi pemilih yang kecewa," tegas Titi.
Opsi ini menjadi jalan untuk mengekspresikan ketidaksetujuan tanpa harus golput atau tidak menggunakan hak pilih sama sekali.
Dengan demikian, dalam sistem demokrasi yang ideal, protes pemilih diakui sebagai bagian dari hak kebebasan individu. Memilih atau tidak memilih, adalah hak yang harus dihormati.
Sumber: rmol
Foto: Ilustrasi/Net