Hajar Aswad merupakan batu suci yang terletak di salah satu sudut Kakbah di Mekkah. Semula, batu itu diyakini berwarna putih dan memancarkan cahaya.
Seiring berjalannya waktu, batu tersebut berubah menjadi hitam. Dalam sejarah Islam, perubahan warna Hajar Aswad dikaitkan dengan kemampuannya menyerap dosa manusia.
Namun, mengutip dari berbagai ulasan, para ilmuwan memiliki pendapat berbeda mengenai perubahan warna Hajar Aswad.
Beberapa ahli menduga batu tersebut sekelas dengan batu akik, sementara teori lain menganggapnya sebagai batu meteor. Hipotesis ini didukung oleh sejumlah penelitian yang mengaitkan Hajar Aswad dengan meteorit yang pernah jatuh ke Bumi.
Berdasarkan penelitian ilmiah, teori yang paling kuat menyatakan bahwa Hajar Aswad kemungkinan merupakan batu meteor.
Hal ini diperkuat dengan fakta sejarah yang mengungkap keberadaan jejak meteorit di sekitar Kakbah.
Hajar Aswad, batu suci di Mekkah. [Dok. Antara]
Para ahli berpendapat bahwa karakteristik batu tersebut menyerupai meteorit yang pernah ditemukan di berbagai lokasi di dunia.
E. Thomsen dalam studi "New Light on the Origin of the Holy Black Stone of the Ka'ba" (1980) menyebutkan bahwa pada tahun 1932, seorang peneliti bernama Philby menemukan kawah tumbukan meteor di Al-Hadidah yang kemudian dikenal sebagai Kawah Wabar.
Kawah tersebut berdiameter lebih dari 100 meter dan ditemukan pecahan meteorit di sekitarnya.
Secara komposisi, pecahan meteorit tersebut terbentuk dari campuran pasir, silika, dan nikel. Dalam perkembangannya, campuran ini menghasilkan lapisan putih di dalam, sementara bagian luar tetap berwarna hitam akibat reaksi dengan nikel dan ferum.
Thomsen menyebut bahwa ciri-ciri ini sesuai dengan deskripsi Hajar Aswad, yang dahulu disebut memancarkan cahaya putih sebelum akhirnya berubah menjadi hitam.
"Lapisan putih yang dulu memancar kemungkinan berasal dari inti batu yang tersingkap akibat komposisi kimia tertentu," kata Thomsen.
Namun, lapisan tersebut sangat rapuh dan tidak bertahan lama, sehingga akhirnya tertutup oleh lapisan hitam yang lebih kokoh.
Dari penelitian ini, perubahan warna Hajar Aswad dapat dijelaskan secara ilmiah, bukan hanya karena penyerapan dosa manusia seperti yang diyakini dalam tradisi Islam.
Bintik-bintik putih yang masih terlihat di permukaan batu kemungkinan merupakan sisa kaca dan pasir yang menyatu akibat ledakan meteorit.
Meski teori meteorit menjadi yang paling kuat, beberapa ilmuwan masih meragukan hipotesis ini. Mereka menyoroti bahwa meteorit umumnya tidak dapat mengapung, sulit pecah menjadi fragmen kecil, dan tidak mudah mengalami erosi.
Meski demikian, para ahli sepakat bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan asal-usul Hajar Aswad secara lebih akurat.
Sejarah Hajar Aswad
Hajar Aswad konon berasal dari surga dan pertama kali dibawa oleh Nabi Ismail AS atas perintah Nabi Ibrahim AS saat membangun Kakbah.
Awalnya, Hajar Aswad berwarna putih bersih dan bercahaya. Namun, seiring waktu, batu ini berubah menjadi hitam karena dosa manusia. Keistimewaannya menjadikan batu ini sangat dihormati oleh umat Islam di seluruh dunia.
Dalam kitab Qishas Al-Anbiya, disebutkan bahwa Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk membangun Kakbah sebagai tempat ibadah bagi umat Islam, sebagaimana tertulis dalam Surah Ali Imran ayat 96-97.
Saat pembangunan hampir selesai, Nabi Ibrahim mendapati ada satu ruang kosong yang perlu diisi dengan sesuatu yang istimewa.
Nabi Ibrahim kemudian meminta putranya, Nabi Ismail, untuk mencari batu terbaik guna melengkapi bangunan suci tersebut. Dalam pencariannya, Ismail bertemu dengan Malaikat Jibril yang memberinya batu hitam yang diyakini berasal dari surga.
Dengan penuh sukacita, Ismail membawa Hajar Aswad kepada ayahnya. Nabi Ibrahim pun menerima batu tersebut, menciumnya berkali-kali, dan bertanya dari mana batu itu diperoleh.
Ismail menjawab bahwa batu itu diberikan oleh makhluk yang tidak akan menyusahkan keturunan mereka. Hingga kini, mencium Hajar Aswad menjadi tradisi yang dilakukan umat Islam saat melaksanakan tawaf di Kakbah.
Keunikan Hajar Aswad
Diyakini bahwa batu suci ini awalnya berwarna putih dan memiliki sinar yang terang, menyinari Jazirah Arab. Namun, warnanya berubah menjadi hitam karena menyerap dosa-dosa manusia.
Meskipun demikian, Hajar Aswad tetap memiliki aroma khas yang wangi alami sejak awal keberadaannya.
Batu ini ditempatkan di sudut Kakbah agar mudah dijangkau oleh jemaah yang ingin menciumnya.
Nabi Muhammad SAW sendiri selalu mencium Hajar Aswad setiap kali melakukan tawaf, menjadikannya sunnah bagi umat Islam.
Pernah Dicuri
Sepanjang sejarah Islam, Hajar Aswad mengalami berbagai peristiwa, termasuk sempat dicuri dan hilang. Pada masa Bani Bakar bin Abdi Manaf bin Ghaisyan, keturunan Jurhum diusir dari Makkah.
Amr bin Harits bin Madhadh Al-Jurhumi kemudian membawa Hajar Aswad dan menyembunyikannya di sumur Zamzam sebelum melarikan diri ke Yaman.
Seorang wanita dari Bani Khaza’ah akhirnya mengungkap keberadaan batu tersebut, sehingga berhasil ditemukan dan dikembalikan ke tempatnya semula.
Insiden lain terjadi saat Kakbah direnovasi akibat banjir besar di Makkah ketika Rasulullah berusia 30 tahun.
Pada saat itu, suku Quraisy berselisih mengenai siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad kembali ke posisinya.
Nabi Muhammad SAW kemudian menyelesaikan perselisihan dengan cara bijaksana, meminta sebuah kain, menempatkan Hajar Aswad di tengahnya, dan meminta setiap kepala suku untuk memegang sisi kain tersebut.
Setelah bersama-sama mengangkat batu ke tempatnya, Rasulullah sendiri yang meletakkannya kembali di Kakbah.
Sumber: suara
Foto: Hajar Aswad, batu suci di Mekkah. [Dok. Antara]