Gelombang kekhawatiran terhadap kebijakan ugal-ugalan yang ditelurkan Presiden Prabowo Subianto mendorong sejumlah orang kaya Indonesia untuk memindahkan aset mereka senilai ratusan juta dolar ke luar negeri.
Para Taipan ini menilai kebijakan yang dibuat Prabowo menyalahi aturan disiplin fiskal dan stabilitas ekonomi, terutama terkait perluasan peran Tentara Nasional Indonesia (TNI) sejak Oktober lalu.
Kabar ini mencuat berdasarkan laporan Bloomberg yang mengutip sejumlah sumber terpercaya di kalangan finansial dan individu kaya di Indonesia.
Salah satu contohnya adalah Chan, seorang mantan eksekutif berusia 40-an di sebuah perusahaan besar Indonesia. Karena khawatir akan potensi sanksi pemerintah, Chan memilih untuk tidak mengungkapkan nama lengkapnya.
"Saya telah meningkatkan pembelian USDT (Kripto Tether) saya dalam beberapa bulan terakhir," ungkap Chan kepada Bloomberg dikutip Senin (21/4/2025).
"Ini memungkinkan saya untuk menjaga nilai aset saya dan mengirimkannya ke luar negeri jika diperlukan tanpa harus membawanya secara fisik melintasi perbatasan. Prospek ekonomi Indonesia dan risiko terhadap stabilitas politik negara benar-benar membuat saya khawatir," lanjutnya.
Senada dengan Chan, sekitar selusin manajer investasi, bankir swasta, penasihat keuangan, dan individu lainnya mengonfirmasi adanya tren serupa di kalangan elite ekonomi Indonesia. Tujuan utama pemindahan kekayaan ini bervariasi, mulai dari aset tradisional seperti emas dan properti hingga aset digital seperti kripto.
Kripto menjadi pilihan menarik karena menawarkan cara untuk menghindari pengawasan dalam memindahkan sejumlah besar dana lintas negara.
Seorang bankir swasta mengungkapkan bahwa beberapa kliennya dengan kekayaan bersih antara US$100 juta hingga US$400 juta bahkan telah mengalihkan hingga 110 persen aset mereka ke dalam bentuk kripto.
Peralihan ini disebut mulai terasa sejak Oktober, bertepatan dengan menguatnya pengaruh Prabowo Subianto. Tren ini semakin menguat setelah pelemahan nilai tukar Rupiah pada bulan Maret lalu.
Sumber lain dari sebuah firma keuangan menyebutkan bahwa mereka telah memindahkan sekitar US$50 juta dana klien asal Indonesia ke Dubai dan Abu Dhabi. Dana tersebut digunakan untuk membeli properti perumahan dan komersial yang diatasnamakan anggota keluarga dan teman, sebagai upaya untuk menghindari deteksi.
Lebih lanjut, beberapa klien firma tersebut dilaporkan telah berhasil memperoleh visa kerja di Dubai, yang kemudian mereka manfaatkan untuk mendirikan perusahaan cangkang dan membeli real estat di negara tersebut.
Fenomena ini menjadi indikasi serius terhadap sentimen para pemilik modal besar di Indonesia terhadap kondisi ekonomi dan politik saat ini.
Eksodus kekayaan ini berpotensi memberikan dampak negatif terhadap investasi dan pertumbuhan ekonomi dalam negeri jika kekhawatiran tersebut tidak segera diatasi oleh pemerintah. Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak pemerintah terkait laporan eksodus kekayaan para miliarder ini.
Disisi lain Bank Indonesia (BI) melaporkan adanya aliran modal asing keluar (capital outflow) dari pasar keuangan domestik sebesar Rp24,04 triliun pada minggu kedua April 2025.
Data transaksi yang dihimpun BI pada periode 8 hingga 10 April 2025 menunjukkan bahwa nonresiden melakukan penjualan neto yang signifikan di berbagai instrumen investasi.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, dalam keterangan resminya yang dikutip pada 12 April 2025, mengungkapkan bahwa aliran modal asing keluar tersebut didorong oleh penjualan neto di pasar Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Surat Berharga Negara (SBN), dan saham.
"Akumulasi jual neto tersebut didorong jual neto pasar SRBI, SBN dan saham masing-masing sebesar Rp10,47 triliun, Rp7,84 triliun dan Rp5,73 triliun," jelas Ramdan.
Lebih lanjut, BI juga mencatat adanya peningkatan premi risiko investasi atau premi credit default swaps (CDS) Indonesia 5 tahun. Per 10 April 2025, CDS Indonesia berada di level 113,35 basis poin (bps), naik dibandingkan posisi 105,75 bps per 4 April 2025.
Meskipun demikian, jika dilihat secara kumulatif sejak awal tahun 2025 hingga 10 April 2025, data setelmen BI menunjukkan adanya beli neto sebesar Rp7,11 triliun di SRBI dan Rp13,05 triliun di pasar SBN. Sementara itu, pasar saham mencatatkan jual neto sebesar Rp32,48 triliun.
Fenomena capital outflow ini menjadi perhatian dan akan terus dipantau oleh Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas pasar keuangan domestik. Faktor-faktor global dan domestik diperkirakan menjadi pendorong pergerakan aliran modal asing ini.
Sumber: suara
Foto: Presiden Prabowo Subianto/Net