Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Beathor Suryadi melontarkan kritik keras terhadap Presiden Prabowo Subianto. Ia mengungkapkan mantan Danjen Kopassus itu terlihat takut terhadap polisi dengan membiarkan kewenangan berlebih korps berbaju coklat itu.
“Sebagai presiden terpilih dengan 58% suara, Prabowo seharusnya tegas dan berani. Dia adalah pemimpin semua angkatan, kenapa takut dengan polisi?” kata Beathor kepada www.suaranasional.com, Senin (19/5/2025).
Menurut Beathor, kebijakan mantan Presiden Jokowi yang terlalu memanjakan kepolisian membuat institusi tersebut berubah menjadi “preman berseragam”. “Mereka sekarang melindungi berbagai kejahatan tambang dan kasus korupsi,” ujar Beathor. Ia menyindir bahwa kepolisian, yang seharusnya menjaga ketertiban, justru diduga terlibat dalam praktik ilegal.
Beathor juga menyoroti loyalitas kepolisian yang masih dianggap berpihak pada Jokowi. “Bagi polisi, presiden mereka tetap Jokowi, bukan Prabowo,” ungkapnya. Hal ini, lanjut Beathor, menjadi alasan mengapa aparat belum menghargai Prabowo sebagai pemimpin negara.
Beathor mengusulkan agar TNI diberikan mandat untuk memberantas premanisme. Ia mengingatkan bahwa pada masa lalu, ketika polisi tak berdaya melawan preman karena dianggap memelihara mereka, muncullah Petrus (penembak misterius) yang diinisiasi oleh TNI. “Jika polisi sudah tidak mampu, TNI bisa turun tangan,” ujarnya tegas.
Beathor memperingatkan bahwa jika kondisi ini terus dibiarkan, masyarakat mungkin akan mendukung keterlibatan TNI dalam menangani keamanan sipil, seperti pada era Orde Baru. Namun, opsi ini juga menimbulkan kekhawatiran akan munculnya praktik-praktik represif yang penuh kontroversi.
Pertanyaannya adalah apakah Prabowo tidak cukup tegas dalam memimpin kepolisian, atau justru ada konflik loyalitas di tubuh kepolisian yang masih berpihak pada Jokowi? Di sisi lain, memberikan wewenang pada TNI untuk mengatasi premanisme bisa berisiko. Pengalaman masa lalu menunjukkan bahwa keterlibatan militer dalam keamanan sipil kerap memunculkan isu pelanggaran HAM.
Prabowo perlu memikirkan langkah yang bijak untuk memperkuat kendali atas kepolisian tanpa mengorbankan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia. Upaya untuk melibatkan TNI juga harus mempertimbangkan implikasi sosial dan politik agar tidak mengulang kesalahan masa lalu.
Kritik Beathor Suryadi menunjukkan adanya ekspektasi besar agar Prabowo lebih tegas terhadap kepolisian. Namun, menyerahkan pemberantasan premanisme kepada TNI bukanlah solusi tanpa risiko.
“Bagaimana Prabowo akan mengambil langkah konkret untuk memperbaiki situasi ini masih menjadi pertanyaan besar di kalangan publik,” pungkasnya.
Sumber: suaranasional
Foto: Beathor Suryadi (Dok Pribadi)