Satpam kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Nurhasan mengaku sempat didatangi 2 orang pria berbadan tegap untuk segera menghubungi Harun Masiku untuk menenggelamkan handphone.
Hal itu diungkapkan langsung Nurhasan saat menjadi saksi yang dihadirkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di sidang perkara dugaan suap dan perintangan penyidikan dengan terdakwa Hasto Kristiyanto selaku Sekretaris Jenderal PDIP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 8 Mei 2025.
Nurhasan mengaku, selain bertugas di kantor DPP PDIP, dia juga berjaga di Rumah Aspirasi di Jalan Sutan Syahrir nomor 12A, Menteng, Jakarta Pusat. Pada 8 Januari 2020, Nurhasan mengaku didatangi oleh 2 orang yang tidak dikenal.
"Datang 2 orang, pintu itu kan nggak saya kunci ngga saya slot, saya duduk, ada yang ketok-ketok, saya samperin lah. Ada dua orang itu, menanyakan Harun. 'Pak Harun, ada Pak Harun?', begitu seingat saya," kata Nurhasan.
Kedua orang itu disebut langsung masuk ke area Rumah Aspirasi tepatnya di pos satpam. Satu di antaranya kata Nurhasan, langsung mengambil ponsel miliknya yang sedang dalam kondisi diisi daya. Sementara lainnya mengajaknya berbincang.
Dalam perbincangan itu kata Nurhasan, salah seorang yang berperawakan layaknya aparat memintanya untuk mengikuti semua perintahnya.
"Setelah ambil HP saudara tadi apa yang dilakukan?" tanya Jaksa Wawan Yunarwanto kepada saksi Nurhasan.
"Ini kamu ngomong sama ini. Tapi sebelum ngomong itu saya itu disuruh entar kamu bilang ya 'amanat' gitu," tutur Nurhasan menirukan pernyataan orang tak dikenal tersebut.
"Pokoknya Pak ada amanat. itu sebelum telepon diarahkan dulu, setelah menyambung baru saya ngomong, langsung di loudspeaker. Dua orang itu mengarahkan saya," ungkap Nurhasan.
Saat itu, tak diketahui siapa yang akan ditelepon. Tapi Nurhasan mengingat jika satu dari dua orang tak dikenal itu terus memberikan kode agar komunikasi dalam telepon sesuai dengan keinginannya.
"Pada waktu itu komunikasinya hanya sekadar tanya di mana atau ada komunikasi lain?" tanya Jaksa Wawan.
"Dia itu minta ketemuan pak, yang telepon orang sananya minta ketemuan," jawab Nurhasan.
Karena dipaksa oleh dua orang tak dikenal dan di bawah tekanan, Nurhasan mengikuti kemauan orang yang ditelepon. Mereka memutuskan untuk bertemu di area masjid yang berada di wilayah Cut Mutia.
"Dia minta ketemuan di masjid, Masjid Cut Meutia," sebut Nurhasan.
"Yang menawarkan bertemu 2 orang tadi atau yang dituju?" tanya Jaksa Wawan.
"Yang di ujung sana, yang teleponan dengan saya," jawab Nurhasan.
Untuk menuju lokasi pertemuan, Nurhasan mengendarai sepeda motor. Sementara dua orang tak dikenal memantaunya dari kejauhan.
Hingga akhirnya, pertemuan itupun terjadi. Orang yang diteleponnya ternyata Harun Masiku. Sosoknya diketahui Nurhasan sebagai buronan KPK itu setelah ramai diperbincangkan.
"Nggak tahu saya karena saya belum kenal," sebut Nurhasan.
"Saudara mulai tahu kapan (kalau Harun Masiku)?" tanya Jaksa Wawan.
"Yaitu pas ramai-ramai, saya oh ini orang kemarin maaf pak saya agak kesal juga," kata Nurhasan.
Dalam pertemuan itu, Harun Masiku disebut memberikan tas laptop. Namun, Nurhasan tak tau isi di dalamnya karena tak sempat membuka. Terlebih, tas laptop itu langsung diberikan kepada dua orang tak dikenal yang terus mengawasi pertemuan tersebut.
"Itu nggak lama sih pak, dia (Harun) kasih tas ke saya tas laptop," sebut Nurhasan.
"Siapa?" tanya Jaksa Wawan.
"Itu si Harun itu. dia bilang 'titip ya'," kata Nurhasan.
Setelah itu, tim JPU memutarkan rekaman percakapan telepon antara Nurhasan dengan Harun Masiku.
"Ini ada amanat pak, bapak handphonenya harus di rendam ke air, bapak standby di DPP," kata Nurhasan kepada Harun Masiku.
Harun Masiku pun menanyakan lokasinya di mana. Nurhasan pun kembali menjelaskan bahwa handphone Harun Masiku harus di rendam di air, setelah itu standby di DPP PDIP.
"Direndam di air pak," tegas Nurhasan.
Sumber: rmol
Foto: Saksi Nurhasan (kiri)/RMOL