Trump 'Permalukan' Presiden Afsel di Depan Awak Media dengan Tuduhan Genosida -->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Trump 'Permalukan' Presiden Afsel di Depan Awak Media dengan Tuduhan Genosida

Thursday, May 22, 2025 | May 22, 2025 WIB | 0 Views Last Updated 2025-05-22T08:32:06Z

WASHINGTON– Sebuah pertemuan diplomatik antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa di Gedung Putih pada Rabu (21/5/2025) berubah menjadi konfrontasi mengejutkan.

Hal itu bermula ketika Trump memutar video yang ia klaim sebagai bukti terjadinya genosida terhadap warga kulit putih di Afrika Selatan, langsung di hadapan Ramaphosa dan para wartawan.

Trump menggunakan kunjungan Ramaphosa untuk menginformasikan klaimnya bahwa para petani kulit putih di Afrika Selatan telah menjadi sasaran kekerasan sistematis.

"Tanah mereka diambil, lalu mereka dibunuh, dan pelakunya tidak dihukum," ujar Trump di hadapan media.

Ia juga memperlihatkan potongan berita yang diklaim mendukung pernyataannya, meskipun salah satu foto yang digunakan ternyata berasal dari Republik Kongo, bukan Afrika Selatan.

Trump menambahkan, "Kematian, kematian, kematian. Kematian yang mengerikan," untuk menegaskan narasinya.

Sebelumnya pada bulan ini, pemerintahan Trump telah memberikan status pengungsi kepada 59 warga kulit putih Afrika Selatan (Afrikaner), meskipun AS hampir menghentikan sepenuhnya penerimaan pencari suaka dari negara-negara lain.

Ramaphosa tetap tenang

Presiden Ramaphosa tampak terkejut atas aksi Trump, tetapi berusaha tetap tenang dan tidak terbawa emosi.

Ia membantah keras tuduhan tersebut dan mengatakan bahwa undang-undang pengambilalihan lahan yang baru di Afrika Selatan tidak ditujukan untuk merampas tanah milik warga kulit putih.

"Tidak, tidak, tidak. Tidak ada yang bisa mengambil tanah begitu saja," jawab Ramaphosa.

Ia juga menegaskan bahwa sebagian besar korban kejahatan di Afrika Selatan justru berasal dari komunitas kulit hitam, dan para politisi yang muncul dalam video tersebut merupakan tokoh oposisi yang tidak mewakili pemerintah.

Awalnya, pertemuan ini dijadwalkan untuk memperbaiki hubungan diplomatik yang sempat memburuk sejak Trump dan Elon Musk—miliarder kelahiran Afrika Selatan yang kini menjadi pendukung kuat narasi "genosida kulit putih"—menyuarakan tuduhan-tuduhan kontroversial terhadap pemerintah Afrika Selatan.

Ramaphosa datang ke Gedung Putih ditemani dua pemain golf Afrika Selatan, Ernie Els dan Retief Goosen, sebagai bagian dari "diplomasi" untuk menjalin hubungan hangat dengan Trump yang dikenal sebagai penggemar golf.

Namun, suasana menjadi canggung ketika Trump terus memotong pembicaraan Ramaphosa selama pemutaran video, membuat presiden Afrika Selatan tersebut hanya bisa duduk gelisah sambil bertanya, "Ini di mana?" saat menyaksikan klip demi klip yang diputar.

Salah satu bagian video menampilkan Julius Malema, politisi kiri-radikal, menyanyikan lagu "Kill the Boer, kill the farmer"—sebuah slogan era apartheid yang kontroversial.

Video itu diakhiri dengan gambar ratusan salib putih yang menurut Trump adalah makam para petani yang terbunuh.

Di tengah pertemuan tersebut, Ramaphosa mencoba menenangkan suasana dengan mengutip ajaran Nelson Mandela.

“Kami diajarkan bahwa bila ada masalah, kita harus duduk dan berbicara bersama,” ucapnya.

Ernie Els pun turut angkat bicara, menekankan harapan rakyat Afrika Selatan agar negaranya menjadi lebih baik.

Setelah pertemuan itu, Ramaphosa berusaha memberikan kesan positif, menyebut pertemuannya dengan Trump “sukses besar” dan menyatakan keyakinannya bahwa Trump akan menghadiri KTT G20 di Johannesburg pada November mendatang.

Ramaphosa juga mengungkapkan bahwa ia yakin Trump belum sepenuhnya percaya dengan tuduhan genosida tersebut.

“Saya rasa masih ada keraguan dalam pikirannya tentang semua ini,” ujarnya kepada wartawan.

Hubungan yang memburuk

Sejak Trump menjabat kembali di periode kedua, hubungan AS–Afrika Selatan memang memburuk.

Pemerintah Trump memotong bantuan luar negeri, menetapkan tarif baru sebesar 31 persen, mengusir duta besar Afrika Selatan, dan mengkritik keras gugatan Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Pidana Internasional terkait konflik Gaza.

Oleh sebab itu, Ramaphosa berusaha memulihkan hubungan dua negara dengan kunjungannya ke Gedung Putih, meskipun berakhir dengan hasil yang kurang memuaskan. I tar

Iklan

×
Berita Terbaru Update
close