LEBSI NEWS - Kasus penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA) menyeret Hakim Agung Sudrajad Dimyati (SD) sebagai salah satu tersangka yang ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pasalnya, SD diduga telah menerima uang Rp 800 juta untuk mengondisikan gugatan perdata terkait aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Intidana.
Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan, pihaknya resmi menetapkan 10 orang sebagai tersangka usai melakukan kegiatan tangkap tangan di Jakarta dan Semarang, Jawa Tengah sejak Rabu (21/9).
"Berdasarkan hasil keterangan saksi dan bukti-bukti yang cukup maka penyidik menetapkan sebanyak 10 orang sebagai tersangka," ujar Firli kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat dinihari (23/9).
Konstruksi perkaranya, diawali adanya laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam Intidana di Pengadilan Negeri (PN) Semarang yang diajukan tersangka Heryanto Tanaka (HT) dan tersangka Ivan Dwi Kusuma Sujanto dengan diwakili melalui kuasa hukumnya yakni tersangka Yosep dan tersangka Eko.
Saat proses persidangan di tingkat PN dan Pengadilan Tinggi (PT), tersangka HT dan Eko belum puas dengan keputusan di dua pengadilan tersebut. Sehingga, melanjutkan upaya hukum berikutnya ke tingkat Kasasi di MA.
Pada 2022, dilakukan pengajuan Kasasi oleh tersangka HT dan Ivan dengan masih mempercayakan tersangka Yosep dan Eko sebagai kuasa hukumnya.
Dalam pengurusan Kasasi ini, diduga tersangka Yosep dan Eko melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung dengan Majelis Hakim yang nantinya bisa mengondisikan putusan sesuai dengan keinginan tersangka Yosep dan Eko.
"Adapun pegawai yang bersedia dan bersepakat dengan YP dan ES yaitu DY dengan adanya pemberian sejumlah uang," kata Firli.
Tersangka Desy selanjutnya turut mengajak tersangka Muhajir dan tersangka Elly untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke Majelis Hakim. Tersangka Desy diduga sebagai representasi dari Hakim Agung Sudrajad Dimyati dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.
"Terkait sumber dana yang diberikan YP dan ES pada Majelis Hakim berasal dari HT dan IDKS," terang Firli.
Sementara itu, jumlah uang yang kemudian diserahkan secara tunai oleh tersangka Yosep dan Eko kepada tersangka Desy sejumlah sekitar 202 ribu dolar Singapura atau sekitar Rp 2,2 miliar yang kemudian oleh tersangka Desy dibagi-bagi lagi.
Pembagiannya, Desy menerima sekitar Rp 250 juta, tersangka Muhajir sekitar Rp 850 juta, tersangka Elly sekitar Rp 100 juta, dan Sudrajad Dimyati menerima sekitar Rp 800 juta melalui tersangka Elly.
Dengan penyerahan uang tersebut, kata Firli, putusan yang diharapkan tersangka Yosep dan Eko pastinya dikabulkan dengan menguatkan putusan Kasasi sebelumnya yang menyatakan Koperasi Simpan Pinjam Intidana pailit.
"Ketika tim KPK melakukan tangkap tangan, dari DY ditemukan dan diamankan uang sejumlah sekitar 205 ribu dolar Singapura dan adanya penyerahan uang dari AB sejumlah sekitar Rp 50 juta. KPK menduga DY dan kawan-kawan juga menerima pemberian lain dari pihak-pihak yang berperkara di Mahkamah Agung dan hal ini akan didalami lebih lanjut oleh tim penyidik," pungkas Firli.
Akibat perbuatannya, tersangka HT, YP, ES, dan IDKS selaku pihak pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 16 huruf a UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan tersangka SD, DS, ETP, MH, RD, dan AB selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Juncto Pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sumber: rmol