Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengalokasikan anggaran infrastruktur dalam APBN 2023 sebesar Rp 391,7 triliun, atau naik 4,9% dari anggaran tahun lalu yang sebesar Rp 373,1 triliun. Sayangnya, kinerja logistik Indonesia malah jeblok di 2023.
Merujuk data Kementerian Keuangan, anggaran infrastruktur di Indonesia melonjak 120% pada era Presiden Jokowi, dari Rp 177,9 triliun pada 2014 menjadi Rp 391,7 triliun pada 2023.
Bahkan jika dihitung dalam periode penuh pemerintahannya (2014-2022), Jokowi sudah menghabiskan anggaran infrastruktur sebanyak Rp 2.778,2 triliun.
Namun, pembangunan infrastruktur yang menelan cukup banyak kas negara itu pada kenyataannya tidak berbanding lurus dengan kinerja logistik tanah air, yang digambarkan pada Logistic Performance Index (LPI) Indonesia 2023.
Berdasarkan data Logistic Performance Index (LPI) yang dikeluarkan oleh World Bank, Indonesia berada di peringkat ke-61 dengan score 3 dari keseluruhan score yang sebesar 5. Angka ini menurun dibandingkan tahun 2018 yang berada di urutan ke 45 dengan score 3,2.
Adapun, kinerja LPI dihitung berdasarkan enam dimensi, yakni customs, infrastructure, international shipments, logistics competence and quality, timelines, dan tracking & tracing.
Jika melihat komponen penilaian LPI yang dilakukan World Bank, dua dari enam komponen LPI Indonesia justru naik dibandingkan tahun 2018 yakni, (customs score dari 2,7 menjadi 2,8) dan infrastructure score (dari 2,895 menjadi 2,9).
Komponen lainnya, malah menurun yang terjadi pada Timelines (dari 3,7 menjadi 3,3) dan Tracking & Tracing (dari 3,3 menjadi 3,0), diikuti International Shipments (dari 3,2 menjadi 3,0), dan Logistics Competence & Quality (dari 3,1 menjadi 2,9).
Pemerintah berkeyakinan, anjloknya kinerja logistik di Indonesia dipengaruhi oleh disrupsi rantai pasok yang terjadi selama pandemi dan pasca Covid-19 yang menyebabkan proses pengiriman di pelabuhan menjadi tidak efisien.
"Faktor lainnya ialah tensi geopolitik global yang sempat tinggi membuat transaksi perdagangan internasional menjadi terhambat," ujar Plt. Deputi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Ferry Irawan kepada CNBC Indonesia, Jumat (19/5/2023).
Penurunan kinerja logistik di Indonesia ini, kata Ferry tentu akan mengganggu jalannya aktivitas perdagangan dan rantai pasokan atau supply chain. Investor bahkan mungkin akan berpikir masak-masak sebelum berinvestasi di Indonesia melihat kinerja logistik yang anjlok.
"Sebab, biasanya investor akan mempertimbangkan kondisi logistik suatu negara sebelum menentukan investasi," kata Ferry lagi.
Meskipun terjadi penurunan terhadap peringkat LPI Indonesia terutama pada indikator Timelines, Tracking & Tracing, International Shipments dan Logistics Competence & Quality, pemerintah mengklaim akan menjaga agar tidak terpengaruh terhadap iklim investasi di Indonesia.
Sektor logistik, kata Ferry sangat berkaitan erat dengan infrastruktur, regulasi pemerintah, perjanjian dalam perdagangan, biaya logistik, sarana dan prasarana termasuk jasa logistik dan kendali atas barang jasa yang diperdagangkan.
Pemerintah pun akan giat mengatur strategi melalui National Logistic Ecosystem (NLE). Lewat NLE ini, kata Ferry akan menyelaraskan arus lalu lintas barang dan dokumen internasional sejak kedatangan, sarana pengangkut, hingga barang tiba di Gudang termasuk perizinan dan penyelesaian dokumen pengiriman.
Adapun secara regulasi, akan dilakukan penguatan melalui instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2022 tentang Penataan Ekosistem Logistik Nasional yang berisi terkait rencana aksi dalam rangka meningkatkan kinerja logistik nasional, memperbaiki iklim investasi, dan meningkatkan daya saing perekonomian nasional.
"Sehingga penurunan peringkat LPI ini tidak berdampak secara signifikan terhadap keseluruhan investasi di Indonesia," jelas Ferry.
Kinerja logistik Indonesia 2023 yang anjlok ini juga turut menjadi perhatian Ekonom Senior Faisal Basari. Menurut Faisal tak heran bahwa biaya logistik di Indonesia masih terlampaui tinggi, yakni 22% dari PDB.
Faisal mencatat, 91% pergerakan barang di Indonesia menggunakan angkutan darat. Ditambah dengan lewat angkutan penyeberangan 0,99% dan angkutan kereta api 0,7%. Porsi angkutan udara hanya 0,55 persen. Selebihnya lewat angkutan laut 7,1%) dan angkutan sungai 0,01%.
Artinya keseluruhan angkutan di Indonesia berbasis darat mencapai 93%. "Jadi istilahnya itu habis di ongkos karena apa 80% barang di Indonesia diangkut lewat darat. Padahal di seluruh dunia 70% barang itu diangkut lewat laut karena ongkos darat 10 kali lebih mahal dari laut," jelas Faisal.
Sumber: cnbcindonesia
Foto: Presiden Joko Widodo/Net