Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mewanti-wanti masyarakat untuk tidak lengah, khususnya terhadap upaya menunda peralihan kepemimpinan negara dari Presiden Joko Widodo kepada Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Hal tersebut disampaikan Mahfud saat diundang mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjajanto, dalam podcastnya, yang disiarkan melalui kanal Youtube.
Mulanya, Mahfud bersyukur masyarakat sudah semakin sadar dengan gelagat rezim Jokowi yang ingin memperpanjang masa jabatan kekuasaannya, bahkan hal itu sudah lama ia ketahui.
"Pak Jokowi ingin mempertahankan kekuasaan sudah lama, dan langkah-langkahnya tidak pernah berhenti," ujar Mahfud dikutip RMOL, Sabtu (31/8).
Dia memaparkan, pertama kali Jokowi melakukan rencana perpanjangan masa jabatannya menjadi 3 periode terjadi pada Maret 2022, yang diinisiasi oleh Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) dan beberapa menteri.
"Pertama mulai dari apel kepala desa yang dimotori menteri-menteri untuk membuat pernyataan 3 periode. Ada beberapa menteri dan pimpinan partai waktu itu ikut kampanye 3 periode Pak Jokowi," katanya.
"Tapi masyarakat sipil, pejuang demokrasi, dan penegakkan hukum melawan habis-habisan. Partai politik seperti Bu Mega melawan sehingga itu gagal," urainya.
Kemudian, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) juga mendapati politisasi hukum oleh Jokowi dan kelompok pendukungnya untuk menjadikan masa jabatannya hingga 3 periode, sebagaimana terjadi pada tahun 2023 melalui gugatan perdata Partai Prima ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat terkait proses pendaftaran partai politik peserta Pemilu 2024.
"Partai Prima tidak lolos di KPU, lalu memperkarakan ke Bawaslu juga tidak lolos, dan memperkarakan ke PTUN juga tidak lolos. Tapi tiba-tiba April gugat perdata. Kan pasti ini rekayasa besar," kata Mahfud menyesalkan.
"Mana mungkin pemilu digugat ke perdata. Dan orang tidak tahu itu kapan gugatnya, partai itu seperti apa kekuatannya, dan tiba-tiba menang gitu. Dan isinya (putusannya) bukan hanya mengabulkan permohonan perdata, tapi meminta KPU menunda keseluruhan proses pemilu. Bayangkan sudah bulan April tahun 2023, kan konyol banget tuh," sambungnya.
Selain itu, Mahfud juga mendapati Jokowi ingin menjadikan status kedaruratan Covid-19 sebagai alasan memperpanjang masa jabatan presiden.
Kemudian setelah itu, karena gagal maka didapati upaya lain berupa mengintervensi MK agar memutus perkara uji materiil norma batas usia calon presiden dan calon wakil presiden, agar putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka bisa ikut pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
"Makanya ini saya katakan sudah busuk semua, sudah dibusukkan. Apalagi tiba-tiba muncul putusan MA yang untuk Kaesang. Itu memang untuk Kaesang saja, karena sesudah itu yang mengatakan akan mencalonkan Kaesang," urainya.
Oleh karena itu, Mahfud mewajari apabila ada protes besar-besaran pada pertengahan Agustus kemarin di DPR dan beberapa kantor DPRD di daerah-daerah, karena ada upaya rezim mengkhianati putusan MK nomor 60 dan 70/PUU-XXII/2024 yang terkait ambang batas pencalonan kepala daerah dan penghitungan syarat batas minimum usia calon kepala daerah.
Namun dia memandang, masyarakat yang sudah mulai sadar dengan tindak tanduk Jokowi memperpanjang kekuasaan dalam mengatur pemerintahan dan negara menjadi kendor, hanya karena upaya mengangkangi putusan MK sudah berhasil diberhentikan dan peralihan kepemimpinan pemerintahan periode 2024-2029 akan diterima dengan mulus oleh Prabowo Subianto sebagai Presiden terpilih 2024.
"Meskipun kemungkinannya tidak besar, masyarakat harus hati-hati juga mengukur ini. Yang penting menurut saya, sudah ada kesadaran itu dan Pak Jokowi kita antar berhenti," tuturnya.
"Jangan sampai dalam waktu pendek, dengan alasan rakyat kok ribut terus, lalu mengeluarkan hukum darurat, dekrit bunyi peralihan pemerintahan ditunda karena rakyat ribut," tandasnya.
Sumber: rmol
Foto: Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD/Net