KPU Singgung Ancaman Pidana, Akademisi: Gerakan Tusuk Tiga Paslon Kebebasan Berpendapat -->

Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

KPU Singgung Ancaman Pidana, Akademisi: Gerakan Tusuk Tiga Paslon Kebebasan Berpendapat

Sunday, September 15, 2024 | September 15, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-09-16T16:38:42Z

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta menilai adanya gerakan "Anak Abah Tusuk Tiga Paslon" di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta berpotensi dipidana. Apalagi, ketika terdapat ancaman atau imbalan kepada masyarakat untuk terlibat dalam gerakan tersebut. 

Dosen Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggriani menilai, penggunaan hak pilih merupakan hak dari setiap warga negara yang berstatus sebagai pemilih. Pasalnya, memilih dalam pemilihan yang ada di Indonesia bersifat pemberian suara secara sukarela atau voluntary voting.

"Itu diatur dalam UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU HAM," kata dia melalui keterangannya yang telah dikonfirmasi Republika, Ahad (15/9/2024).

Meski demikian, ia menilai, gerakan untuk tidak menggunakan hak pilih atau menggunakan hak pilih tidak sesuai ketentuan tetap bisa dipidana. Pidana berlaku ketika gerakan itu disertai dengan adanya imbalan berupa uang, barang, jasa, atau materi lainnya, alias disertai politik uang. Pidana juga dapat diberikan kepada pihak yang mengajak untuk golput, tidak menggunakan hak pilih, atau menggunakan hak pilih secara tidak sah, dengan menggunakan intimidasi kekerasan atau cara-cara yang melawan hukum.

"Dalam hal ini, kita harus pastikan menggunakan atau tidak menggunakan hak pilih itu adalah hak dan tidak boleh ada orang yang dimanipulasi untuk menggunakan haknya itu, tidak boleh ada orang yang dipaksa untuk menggunakan atau tidak menggunakan. Semuanya harus berangkat dari kehendak bebas," kata Titi.

Menurut dia, apabila gerakan untuk mencoblos tiga pasangan calon dilakukan secara damai, tidak menggunakan politik uang, intimidasi atau tekanan, serta tidak dengan penyebaran disinformasi dan hoaks, maka itu bisa dianggap sebagai bagian dari kebebasan berpendapat. Karena itu, untuk melawan gerakan itu, pihak terkait harus melakukannya dengan cara yang baik.

"Proses pemilunya harus berjalan luber jurdil, kompetisinya harus kompetitif dan sehat, serta penegakan hukum harus efektif. Kalau ada pemilih yang memutuskan untuk tidak datang ke TPS atau memilih dengan cara yang dia inginkan, maka itu adalah kehendak bebas dari setiap warga negara yang punya hak pilih," kata dia.

KPU Provinsi DKI Jakarta menilai gerakan yang mengajak masyarakat untuk tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilihan dapat dikenakan sanksi pidana. Hal itu juga berlaku terhadap gerakan "Anak Abah Tusuk Tiga Paslon" di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta yang belakangan ramai di media sosial.

Ketua Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat KPU Provinsi DKI Jakarta Astri Megatari mengatakan, gerakan dapat dipidana apabila di dalamnya ada imbalan yang dijanjikan. Pasalnya, memilih calon pemimpin pada dasarnya merupakan hak konstitusional masyarakat.

"Kalau politik uang itu kan jelas jelas pidana ya, dan juga misalnya, jadi memilih itu kan sebenarnya hak masing-masing warga apakah memilih atau tidak. Namun jika kita mengajak masyarakat untuk tidak memilih itu bisa dipidanakan," kata dia melalui keterangannya, Ahad (15/9/2024).

Astri menjelang, dalam Pasal 187A Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada disebutkan bahwa setiap orang yang menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga untuk mempengaruhi pemilih agar tidak menggunakan hak pilih dapat dikenakan sanksi pidana. Pidana itu berkisar antara 36-72 bulan dan denda Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Dalam regulasi itu disebutkan bahwa pidana yang sama juga diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji. "Dari pasal tersebut dapat dimaknai bahwa yang dapat dikenakan sanksi pidana adalah jika ada unsur menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan," ujar Astri.

Ia menambahkan, KPU terus melakukan sosialisasi untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. KPU juga disebut terus berupaya melakukan sosialisasi agar masyarakat menggunakan hak pilihnya secara baik dan benar.

"Jadi ini tentunya menjadi salah satu PR juga bagi kami untuk bisa bagaimana menjangkau seluruh lapisan masyarakat di DKI Jakarta supaya bisa ikut serta dan berpartisipasi dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta dengan baik dan benar," kata dia.

Sumber: republika
Foto: Dosen Pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia Titi Anggriani/Net

Iklan

×
Berita Terbaru Update
close