Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto merasa makin curiga setelah dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan yang kini ditangani oleh KPK. Bahkan, Hasto merasa dirinya hanya dijadikan target dalam kasus ini.
Kecurigaan itu diungkapkan Hasto melalui surat yang ditulis di dalam penjara. Curhatan Hasto lewat surat itu diungkapkan oleh Politikus PDIP Guntur Romli.
Dalam surat yang dibacakan Guntur Romli, Hasto mengaku belum mendapatkan informasi mengenai saksi-saksi yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) KPK untuk sidang hari ini.
“Pada hari ini bahwa sampai hari ini jam 8, saya belum menerima pemberitahuan tentang saksi saksi yang akan dihadirkan oleh JPU KPK,” kata Guntur membacakan surat Hasto di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).
Hal itu dinilai Hasto menunjukkan bahwa KPK tidak menerapkan prinsip keadilan dan kesetaran. Hasto juga merasa bahwa sikap KPK ini makin menunjukkan bahwa dirinya adalah target politik melalui dua kasus yang kini menjeratnya.
“Makin lengkap skenario yang memang menjadikan saya, Hasto Kristiyanto sebagai target,” ujar Guntur saat membacakan surat Hasto.
Jaksa Boyong 2 Eks Napi Koruptor ke Sidang Hasto
Diketahui, jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK menghadirkan dua mantan narapidana kasus suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dalam sidang pemeriksaan saksi dengan terdakwa Hasto Kristiyanto yang digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta pada hari ini.
Dua mantan narapidana itu adalah mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Wahyu Setiawan dan eks Anggota Bawaslu RI Agustiani Tio Fridelina yang menjadi pihak penerima suap dari Harun Masiku.
Selain itu, JPU juga akan menghadirkan mantan Ketua KPU RI Arief Budiman sebagai saksi pada sidang hari ini.
“Arief Budiman (Mantan Ketua KPU), Agustiani Tio Fridelina, dan Wahyu Setiawan,” kata jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Takdir Suhan kepada wartawan, Kamis.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa KPK mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.
Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Perjalanan Kasus Hasto di KPK
Diketahui, KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI yang juga menyeret Harun Masiku.
“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).
Dia menjelaskan bahwa Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Setyo menjelaskan penetapan Hasto sebagai tersangka ini didasari oleh surat perintah penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024.
Di sisi lain, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan oleh KPK dalam surat perintah penyidikan (sprindik) yang terpisah.
Setyo menjelaskan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya di air dan melarikan diri ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan.
“Bahwa pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nur Hasan penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK untuk menelepon Harun Masiku supaya meredam Handphone-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Setyo.
Kemudian pada 6 Juni 2024 sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, dia memerintahkan staf pribadinya, Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel agar tidak ditemukan KPK.
Hasto kemudian memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku pada 10 Juni 2024.
“HK mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya,” ujar Setyo.
Untuk itu, lanjut dia, KPK menerbitkan sprindik nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada Senin, 23 Desember 2024 tentang penetapan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan.
Sumber: suara
Foto: Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. (Suara.com/Dea)