Langkah Presiden Prabowo Subianto untuk merombak kabinet telah dinantikan oleh publik. Reshuffle perlu diberikan kepada menteri-menteri yang berkinerja buruk.
Menurut Analis komunikasi politik Hendri Satrio, menteri yang kerap memicu kegaduhan publik dan gagal menjalin hubungan baik dengan pemangku kepentingan juga layak diganti.
“Jadi indikatornya sih ini aja. Bikin gaduh, sama tidak bisa memanage stakeholdernya, ada enggak menteri yang masuk ke dua kategori ini?” ujar Hensat, sapaan akrabnya, Selasa 27 Mei 2025.
Hensa mencontohkan kasus pergantian Satryo Brodjonegoro dari posisi Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang digantikan Brian Yuliarto. Menurutnya, Satryo diganti karena memenuhi dua kriteria tersebut.
Founder Lembaga Survei Kedai KOPI itu mengungkapkan tiga alasan utama reshuffle kabinet, yakni faktor subjektif, faktor politis, dan kinerja buruk.
Soal kinerja buruk, Hensat menyebut ada tiga sumber evaluasi, yaitu penilaian presiden sendiri, lingkaran terdekat presiden, dan masyarakat.
"Masyarakat pasti memberikan evaluasi kepada menteri-menteri ini," tegasnya.
Hensat juga menyoroti pernyataan Presiden Prabowo saat bertemu dengan pemimpin redaksi pada 6 April 2025. Saat itu, Prabowo memberi nilai enam untuk kinerja kabinetnya.
“Itu buat saya adalah isyarat bahwa dia belum puas terhadap kinerjanya serta kemungkinan akan mereshuffle kabinetnya,” ungkap Hensat.
Ia menambahkan, desakan publik untuk reshuffle bukan bertujuan mengganggu pemerintahan, melainkan memberikan masukan agar kinerja kabinet lebih optimal.
“Keinginan publik terhadap pergantian itu bukannya mau gangguin pemerintahan Pak Prabowo. Tapi semata-mata membedakan masukan Pak Prabowo coba deh kalau ini diganti nih menteri-menteri ini diganti, mungkin larinya lebih cepat,” tutupnya.
Sumber: rmol
Foto: Presiden Prabowo Subianto saat memimpin rapat kabinet/Ist