Pengamat geopolitik dan intelijen, Amir Hamzah, mengungkapkan kekhawatirannya atas kemunculan kelompok Pejuang Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI-LS) yang secara terbuka menunjukkan sikap anti-Ba’alawi. Menurut Amir, keberadaan PWI-LS ini bukan sekadar gerakan biasa, melainkan bagian dari operasi sistematis adu domba yang menyasar warga Nahdliyyin agar terpecah-belah dari dalam.
“Yang diadu domba ini sesama anak bangsa, bahkan satu rumpun ideologis: sama-sama warga Nahdliyyin. Ini sangat berbahaya karena polarisasi horizontal akan jauh lebih sulit dikendalikan dibanding konflik elite,” ujar Amir dalam keterangannya, Kamis (24/7/2025).
Amir Hamzah menilai bahwa PWI-LS telah melangkah terlalu jauh dengan secara terang-terangan menyebut kelompok Ba’alawi—keturunan Arab yang secara historis banyak berperan dalam dakwah Islam di Nusantara—sebagai kelompok non-pribumi dan tidak memiliki legitimasi sejarah dalam perjuangan bangsa Indonesia. Bahkan, mereka menuding Ba’alawi sebagai “penumpang dalam sejarah Nusantara.”
Menurut Amir, narasi ini sangat tidak berdasar dan berpotensi menimbulkan konflik serius di kalangan umat Islam, khususnya di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) yang selama ini dikenal moderat dan akomodatif terhadap keberagaman latar belakang etnis di kalangan ulama.
Amir Hamzah mengingatkan bahwa sejarah telah mencatat bagaimana adu domba sesama warga NU pernah memicu konflik serius, seperti yang terjadi di Dongos, Jepara, beberapa tahun lalu. Saat itu, perbedaan pilihan politik antara pendukung PPP dan PKB memicu pertikaian terbuka yang merusak persaudaraan sesama nahdliyyin.
“Kita pernah melihat bagaimana perbedaan pilihan politik antar sesama warga NU di Dongos, Jepara, berujung bentrokan fisik. Sekarang modusnya naik kelas—narasi identitas yang dibungkus seolah perjuangan Islam Nusantara,” katanya.
Menurut Amir, operasi adu domba ini bukanlah gerakan yang lahir dari bawah secara organik. Ia menengarai ada peran kelompok oligarki yang selama ini memiliki kepentingan untuk menjaga kekuasaan dengan cara memecah belah kekuatan Islam tradisionalis.
“Saya mencium keterlibatan kekuatan oligarki yang ingin mengalihkan perhatian publik dari isu-isu besar seperti ketimpangan ekonomi, korupsi elite, dan dominasi kelompok ekonomi non-pribumi tertentu seperti 9 naga. Mereka ini tidak pernah disentuh oleh kelompok seperti PWI-LS,” ujar Amir.
Alih-alih mengkritisi oligarki ekonomi, lanjut Amir, PWI-LS justru memelihara narasi sektarian dan identitas sempit yang menjauhkan publik dari akar permasalahan struktural bangsa.
Amir Hamzah menyerukan agar aparat penegak hukum dan pemerintah daerah tidak tinggal diam melihat fenomena ini. Ia meminta ada deteksi dini, pemantauan, dan pendekatan dialogis terhadap kelompok-kelompok yang menyebarkan narasi sektarian.
“Potensi konflik ini tidak boleh dianggap remeh. Sekali api sektarian menyala, apalagi di tubuh NU yang merupakan basis terbesar umat Islam Indonesia, bisa terbakar semua. Pemerintah harus hadir untuk menjernihkan, bukan membiarkan narasi ini berkembang liar,” tegas Amir.
Ia juga mengajak para tokoh ulama, habaib, dan aktivis NU untuk tidak terjebak dalam polarisasi ini. Menurutnya, kekuatan Islam Indonesia justru terletak pada keberagaman dan keterbukaannya.
Sumber: suaranasional