LEBSI NEWS - Ahli Hukum Pidana dari Universitas Trisakti yang juga salah satu anggota Tim 11 Pembahas Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), Albert Aries menyatakan perbuatan terdakwa Richard Eliezer alias Bharada E menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J dapat dihapuskan secara pidana.
Sebab, Richard menerima perintah Ferdy Sambo yang merupakan atasannya. Untuk itu, merujuk pada pasal 51 KUHP tentang perintah jabatan, Richard dapat dihapuskan perbuatan pidananya karena bertindak sebagai penerima perintah.
Hal ini diungkap Albert Aries saat menyampaikan keterangan sebagai saksi ahli dalam sidang lanjutan terdakwa Richard Eliezer di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (28/12/2022).
Awalnya, penasihat hukum Richard, Ronny Talapessy melayangkan pertanyaan tentang substansi dan makna dari ketentuan pasal 51 ayat 1 KUHP yang memuat tentang perintah jabatan.
“Bagaimana substansi dan makna dari ketentuan dari Pasal 51 ayat 1 KUHP tentang perintah jabatan amtelidjk bevel sebagai salah satu alasan penghapus pidana yaitu alasan pembenar?,” tanya Ronny.
“Jika yang ditanyakan penasihat hukum Pasal 51 ayat 1 maka redaksionalnya adalah tidak dipidana orang yang melakukan suatu perbuatan pidana karena adanya perintah jabatan atau amtelidjk bevel yang diberikan penguasa yang berwenang,” jawab Albert.
Ia menjelaskan, berdasarkan pendapat Prof. Van Bemmelen, penerima perintah jabatan dari pejabat berwenang dikategorikan dalam kondisi terpaksa karena menghadapi konflik.
“Apa itu konfliknya? Konfliknya adalah si satu sisi dia tidak boleh melakukan suatu tindak pidana dan kemungkinan jika dia melakukan tindak pidana dia dapat dipidana, tapi di satu sisi ada perintah jabatan yang harus ditaati atau dilaksanakan oleh di penerima perintah tersebut,” ujar Albert.
“Jadi dia ada di antara dua konflik tadi diperhdapkan dengan sisi dihindari dia dapat dipidana karena melakukan tindak pidana dan di sisi lain ada perintah jabatan yang harus dilakukan atau ditaati yang bersangkutan,” tambah dia.
Kemudian, kubu Richard Eliezer mempertanyakan rumusan perintah jabatan sebagai alasan pembenar dalam KUHP yang baru.
“Sebagai tim pembahas dan tim sosialisasi RKUHP bagaimana rumusan perintah jabatan sebagai alasan pembenar dalam KUHP yang baru saja disahkan? Meski KUHP nasional tersebut baru akan berlaku tiga tahun kemudian,” tanya Ronny.
“Dari Pasal 51 itu mengatakan tidak dipidana atas suatu perbuatan. Tapi kalau kita cermati lebih lanjut, jadi perbuatan ini sebenarnya perbuatan pidana maka dari itu dalam Pasal 51 ayat 1 ini yang dihapuskan adalah elemen melawan hukum,” ungkap Albert sembari menunjukkan rumusan pasal 51 melalui layar.
“Berarti sebenernya ada suatu perbuatan melawan hukum di sana tapi memang rumusan masalahnya adalah perbuatan. Nah dalam KUHP yang baru saja disahkan meskipun daya lakunya tiga tahun kemudian tapi sekiranya ada nilai hukum yang kita bisa gali di sini,” sambung dia.
Menurutnya, perintah jabatan pun tercantum dalam pasal lainnya yakni pasal 32 KUHP yang baru. Penegasan perbuatan pidana yang dilatarbelakangi perintah jabatan tak bisa dikenakan pidana.
“Dalam Pasal 32 KUHP baru, setiap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang, jadi KUHP yang baru secara expressis verbis, menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan perbuatan yang dilarang karena adanya perintah jabatan, maka dia tidak dipidana,” imbuh dia.
“Jadi ada penegasan dalam KUHP bahwa perbuatan yang dimaksud dalam perintah jabatan adalah perbuatan yang dilarang atau sebagai perbuatan yang melawan hukum,” tegasnya.
Sumber: inilah