JAKARTA - Direktur Eksekutif Madani Indonesia Democracy Studies (MINDS), Dr. Fendi Hidayat, menilai wawancara terbuka Presiden Prabowo Subianto dengan tujuh jurnalis kawakan Indonesia pada Minggu, 6 April 2025.
Menurut Dr. Fendi, wawancara yang berlangsung selama hampir empat jam tersebut merupakan momentum penting dalam menghidupkan kembali praktik demokrasi deliberatif yang selama ini sering terabaikan dalam ruang komunikasi politik nasional.
“Wawancara Presiden Prabowo menunjukkan keberanian politik sekaligus ketulusan dalam membuka ruang diskusi langsung dengan media dan masyarakat. Tidak adanya pertanyaan yang disampaikan sebelumnya menjadi penegas bahwa ini bukan panggung pencitraan, melainkan bentuk akuntabilitas yang nyata,” ujar Dr. Fendi dalam pernyataan resminya di Jakarta, Selasa, 8 April 2025.
Ia menilai format wawancara terbuka dengan para jurnalis dari berbagai spektrum media—baik televisi swasta, lembaga penyiaran publik, hingga media digital—menjadi simbol inklusivitas dalam komunikasi politik.
“Langkah ini menunjukkan bahwa Presiden tidak hanya mendengar suara elite politik, tetapi juga suara publik melalui tangan-tangan profesional media yang selama ini menjadi penjaga pilar demokrasi,” tegasnya.
Lebih lanjut, MINDS mencatat bahwa jawaban Presiden atas isu-isu strategis seperti pembaruan UU TNI 2025, demonstrasi publik, reformasi birokrasi, penegakan hukum, serta dinamika hubungan ekonomi luar negeri, menunjukkan kedalaman pemahaman serta kehati-hatian dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan stabilitas negara dan prinsip-prinsip reformasi.
“Ketika Presiden menegaskan bahwa dirinya tidak akan mengkhianati semangat reformasi, hal itu penting untuk dicatat sebagai komitmen politik tertinggi. Kita tahu isu terkait dwifungsi TNI dan penempatan personel militer di institusi sipil adalah isu sensitif. Tapi dengan argumentasi yang disampaikan secara terbuka, ruang dialog yang sehat kini terbuka kembali,” ungkap Dr. Fendi.
Akademisi Universitas Batam ini juga memuji sikap reflektif Presiden yang secara terbuka memberikan nilai 6 dari 10 terhadap kinerja 150 hari pertamanya.
“Dalam iklim politik yang sering penuh euforia, Presiden memilih untuk bersikap realistis. Ia mengakui ada pencapaian, tapi juga menyadari banyak ruang perbaikan, termasuk di bidang komunikasi publik. Ini penting karena pemimpin yang efektif adalah mereka yang mampu mengevaluasi diri secara jujur,” jelasnya.
MINDS juga mengapresiasi langkah pemerintah dalam mendorong penegakan hukum secara lebih efektif, termasuk alokasi anggaran tambahan untuk kesejahteraan hakim dan efisiensi proses legislasi yang lebih cepat.
"Kebijakan ini menandakan adanya kesadaran bahwa keadilan dan efisiensi tata kelola adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan dalam negara hukum demokratis," ungkapnya lagi.
Terkait kebijakan ekonomi global dan respons terhadap tekanan tarif dari Amerika Serikat, Dr. Fendi menilai pendekatan diplomasi yang dilakukan—baik secara bilateral maupun dalam kerangka ASEAN—adalah langkah strategis yang menunjukkan kematangan diplomasi ekonomi Indonesia.
“Di tengah geopolitik yang makin tidak pasti, posisi Indonesia harus tetap tegas namun terbuka terhadap dialog. Inisiatif seperti Danantara juga menunjukkan arah pembangunan jangka panjang yang inklusif dan berbasis keberlanjutan,” tambahnya.
MINDS mengajak seluruh elemen masyarakat sipil, akademisi, dan media untuk terus mengawal komitmen keterbukaan dan partisipasi publik yang telah ditunjukkan pemerintah.
“Demokrasi tidak berhenti pada satu momen, tapi harus dijaga melalui konsistensi dan keberanian membuka diri terhadap evaluasi. Wawancara ini, bagi kami, adalah titik awal yang patut dikembangkan lebih jauh ke dalam format-format komunikasi publik lainnya,” tutup Dr. Fendi. I rm